Rabu, 04 April 2012

URGENSI SEORANG PENDIDIK DALAM PERKEMBANGAN ANAK*)

Posisi para pendidik adalah posisi yang sangat vital, amalan yang ia kerjakan untuk mendidik generasi Islam merupakan amal yang sangat mulia apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan ikhlas karena Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa semata. Pada pendidik adalah orang-orang yang mengarahkan generasi muda Islam sehingga menjadi pembawa dan penegak bendera Al-Kitab dan Sunnah di atas muka bumi. Mereka adalah para guru, para ustadz, para pembimbing dan pelatih, juga termasuk di dalamnya ayah dan ibu.


PENDAHULUAN

Baik dan buruknya masyarakat tergantung kepada mereka, apabila mereka menunaikan tugasnya dengan baik di dalam pendidikan, ikhlas di dalam amalnya dan mengarahkan anak didik dengan dien, akhlaq dan pendidikan yang baik, maka akan berbahagialah para anak didik dan para pendidik di dunia dan akhirat. Sebagimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada anak pamannya, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu:
Demi Allah, jika Allah memberi hidayah kepada seseorang melaluimu, maka yang demikian lebih baik bagimu daripada onta merah.” (Muttafaqqun ‘Alaih).

Juga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Pengajar kebaikan, dia akan dimintakan ampun oleh segala sesuatu –yang ada di muka bumi- sampaipun ikan-ikan di lautan.” (HR. Thabrani dan lainnya).

Apabila seorang pendidik lalai dari kewajibannya, bahkan mengarahkan para anak didik kepada penyimpangan dan kebinasaan serta akhlaq yang buruk, maka mereka akan sengsara, termasuk pendidik itu sendiri. Dan tentu saja dosa akan ditanggung olehnya dan dia akan bertanggung jawab di hadapan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘Alaih).

Maka seorang pendidik merupakan pemimpin di lingkungan pendidikannya dan dia bertanggung jawab terhadap anak-anak didiknya. Dengan demikian, hendaklah yang harus didahulukan adalah memperbaiki diri pribadi pendidik, sebelum yang lainnya. Sebab, menurut anak-anak didik kebaikan adalah apa yang dikerjakan oleh sang pendidik, dan keburukan adalah apa yang ditinggalkannya. Memang kebaikan pribadi dan akhlaq para pendidik merupakan pendidikan bagi anak-anak didik.

Di antara tujuan pendidikan adalah menyiapkan pribadi dan generasi yang memiliki kepribadian mulia, pribadi yang senantiasa terkait dengan Rabbnya, senantiasa menyandarkan urusan dan aturan hidupnya hanya kepadaNya. Berjuang untuk meluruskan masyarakatnya dan memperbaiki pemahaman-pemahaman mereka di atas dasar-dasar yang benar. Inilah inti dari dunia pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan didasarkan pada pembentukan akhlaq yang mulia dan yang diterapkan dalam hubungan antara anak didik dengan Rabbnya, antara anak didik dengan gurunya, antara anak didik dengan teman-temannya, serta antara anak didik dengan lingkungan pendidikannya dan keluarganya.
Untuk menjadi pendidik yang shalih dan bermanfaat, maka diperlukan beberapa syarat, antara lain:
1.    Mampu menjadi suri tauladan yang baik bagi orang lain, baik dalam ucapan, amalan maupun perilakunya.
2.    Mampu mengajar dan mendidik dalam waktu yang sama dengan berbekal keilmuan yang cukup.

MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA ENAM TAHUN PERTAMA
Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam bagi pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengan nyata pada kepribadian-nya ketika menjadi dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah).
Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini. Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orang tua dapat kami ringkaskan sebagai berikut:
1.    Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orang tua, terutama ibu.
Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cinta kasih ini, maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang di sekitamya. "Seorang ibu muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak." (Muhammad Quthub, Manhajut Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2).
Maka sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya.
2.    Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.
Kami kira, ini bukan sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini.
Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.
3.    Hendaklah kedua orang tua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya.
Yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orang tua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak. "Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar sekali.  Terkadang  melebihi apa yang kita duga. Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak.
Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara tidak sadar,  atau tanpa kesadaran puma, dan akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya." (Muhammad Quthub, Manhajut Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2).
4.    Anak dibiasakan  dengan etika umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya.
Antara lain:  (Silahkan lihat Ahmad Izzuddin Al Bayanuni, Minhaj At Tarbiyah Ash Shalihah)
  • Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus.
  • Dibiasakan  mendahulukan  bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.
  • Dilarang tidur tertelungkup dan dibiasakan tidur dengan miring ke kanan.
  • Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya.
  • Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya.
  • Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.
  • Dilarang bermain dengan hidungnya.
  • Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan.
  • Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat dan tidak memulai makan sebelum orang lain.
  • Tidak memandang dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang makan.
  • Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik.
  • Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada.
  • Dibiasakan kebersihan mulut dengan menggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur.
  • Dididik untuk mendahulukan  orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan.
  • Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari.
  • Dibiasakan membaca "Alhamdulillah" jika bersin, dan mengatakan "Yarhamukallah" kepada orang yang bersin jika membaca "Alhamdulillah".
  • Supaya menahan mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai bersuara.
  • Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.
  • Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak).
  • Ketika  berjalan  jangan mendahului kedua orang tua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka.
  • Dibiasakan berjalan kaki pada trotoar [dengan posisi anak di sebelah kiri], bukan di tengah jalan.
  • Tidak membuang sampah di jalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya.
  • Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan "Assalamu 'Alaikum" serta membalas salam orang yang mengucapkannya.
  • Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik.
  • Dibiasakan menuruti perintah orang tua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan.
  • Bila membantah diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel.
  • Hendaknya kedua orang tua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan.
  • Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal anak.
  • Ditanamkan kepada anak agar senang pada alat permainan yang dibolehkan seperti bola, mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan kepadanya agar membenci alat permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti manusia dan hewan.
  • Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengam-bil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri.
MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA SETELAH ENAM TAHUN PERTAMA
Pada periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur. Ia mau menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini anak lebih mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa diarahkan secara langsung. Oleh sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam pendidikan dan pengarahan anak.
Kita, Insya Allah, akan membicarakan tentang aspek-aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh para pendidik pada periode ini. Yaitu:
1.    Pengenalan Allah dengan cara yang sederhana.
Pada periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah 'Azza Wajalla dengan cara yang sesuai dengan pengertian dan tingkat pemikirannya. Diajarkan kepadanya:
  • Bahwa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
  • Bahwa Dia-lah Pencipta segala sesuatu. Pencipta langit, bumi, manusia, hewan, pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya. Pendidik dapat memanfaatkan situasi tertentu untuk bertanya kepada anak, misalnya ketika bejalan-jalan di taman atau padang, tentang siapakah Pencipta air, sungai, bumi, pepohonan dan lain-lainnya, untuk menggugah perhatiannya kepada keagungan Allah.
  • Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah untuknya dan untuk keluarganya. Misalnya, anak ditanya: Siapakah yang memberimu pendengaran, penglihatan dan akal? Siapakah yang memberimu kekuatan dan kemampuan untuk bergerak? Siapakah yang memberi rizki dan makanan untukmu dan keluargamu? Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang nyata dan dianjurkan agar cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang banyak ini. Metode ini disebutkan dalam Al Qur'an, dalam banyak ayat Allah menggugah minat para hamba-Nya agar memperhatikan segala nikmat yang dikaruniakan-Nya, seperti firman-Nya:
"Tidakkah kamu perhatian sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempumakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin" (Luqman: 20).
"Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizki kepadamu dari langit dan bumi...." (Fathir :3).
Dan dengan rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dai karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya." (Al Qashash : 73).
2.    Pengajaran  sebagian hukum yang jelas dan tentang halal-haram.
Diajarkan kepada anak tentang menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum thaharah (bersuci) dan pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang haram, dusta, adu domba, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan Allah. Pokoknya, disuruh menetapi syari’at Allah sebagaimana orang dewasa dan dicegah dari apa yang dilarang sebagaimana orang dewasa, sehingga anak akan tumbuh demikian dan menjadi terbiasa. Karena bila semenjak kecil anak dibiasakan dengan sesuatu, maka kalau sudah dewasa akan menjadi kebiasaannya.
Agar diupayakan pula pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak, sebagai-mana kata Sufyan Al Tsauri: "Seorang  bapak harus menanamkan ilmu pada anaknya, karena dia penanggung jawabnya." (Muhammad Hasan  Musa, Nuzharul Fudhala' Tahdzib Siar A'lamin Nubala :Juz 1)
3.    Pengajaran baca Al Qur'an.
Al Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun. Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Qur’an dengan benar, dan diupayakan semaksimalnya agar menghafal Al Qur'an atau sebagian besar darinya dengan diberi dorongan melalui berbagai cara. Karena itu, kedua orang tua bendaklah berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekoiah tahfizh Al Qur'an; kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh. Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"Barang siapa membaca Al-quran dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan kepada kedua orang tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini".
Para salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan  tahfizh  Al Qur'an bagi anak-anak mereka. Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyi menceritakan kepada kita tentang imam An-Nawawi, Rahimahullah, katanya: "Aku melihat beliau ketika masih berumur 10 tahun di Nawa. Para anak kecil tidak mau bermain dengannya dan ia pun berlari dari mereka seraya menangis, kemudian ia membaca Al Qur'an. Maka tertanamlah dalam hatiku rasa cinta kepadanya. Ketika itu bapaknya menugasinya menjaga toko, tetapi ia tidak mau bejualan dan menyibukkan diri dengan Al Qur'an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya bahwa anak ini diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya serta bermanfaat bagi umat manusia. Ia pun berkata kepadaku: “Tukang ramalkah Anda? Jawabku: Tidak, tetapi Allah-lah yang membuatku berbicara tentang hal ini.  Bapak guru itu kemudian menceritakan kepada orang tuanya, sehingga memperhatikan beliau dengan sungguh-sungguh sampai dapat khatam Al Qur'an ketika menginjak dewasa."
4.    Pengajaran hak-hak kedua orang tua.
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat  dan berbuat baik kepada kedua orang tua, sehingga  terdidik dan terbiasa demikian. Anak sering bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orang tua disebabkan karena kurangnya perhatian orang tua dalam mendidik anak dan tidak membiasakan-nya berbuat kebaikan sejak usia dini. Firman Allah Ta'ala :
'Dan Tuhanmu  telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Al-Isra': 23-24).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi bersabda:
"Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga"
Berikut ini kisah seorang anak muda yang berbuat baik kepada bapaknya, disebutkan dalam kitab 'Uyunul Akhbar : "Al Ma'mun rahimahullah berkata: Belum pernah saya melihat seseorang yang amat berbuat baik kepada bapaknya daripada Al Fadhl bin Yahya. Karena kebaikannya, sampai bapaknya (Yahya) tidak berwudhu kecuali dengan air hangat. Ketika keduanya berada dalam penjara, para sipir melarang memasukkan kayu bakar di malam yang dingin. Maka Al Fadhl, ketika bapaknya tidur, bangun mengambil teko yang biasa dia pergunakan untuk memanaskan air, lalu ia isi air dan ia dekatkan pada api lampu. Ia pun tetap berdiri memegangi teko sampai pagi. Ia lakukan hal ini untuk berbuat baik kepada bapaknya agar dapat berwudhu dengan air hangat."


5.    Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam.
Tokoh teladan kita yang utama yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian para sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum dan pengikut mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya. Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan tingkat pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta penjelasan aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak.
Misalnya, diceritakan kepada anak kisah Rasulullah bersama orang Yahudi yang menuntut kepada beliau agar membayar uang pinjamannya, sebagai contoh akhlaq baik beliau:
Diriwayatkan bahwa ada seorang Yahudi yang meminjamkan uang kepada Rasulullah lalu hendak menagih hutangnya sebelum habis masanya. Maka dicegatnya Rasulullah di tengah jalan kota Madinah seraya berkata: "Sungguh, kalian anak keturunan Abdul Muthalib adalah orang-orang yang suka menangguhkan (bayar hutang)". Umar pun melihat kejadian itu dan amat marah, lalu berkata: "Izinkanlah aku wahai Rasulullah, biar kupenggal lehernya!" Tapi Nabi bersabda: "Aku dan kawanku sangat tidak menginginkan hal itu, wahai Umar. Suruhlah ia berperkara dengan baik dan suruhlah aku menyelesaikan dengan baik." Kemudian beliau berpaling kepada orang Yahudi dan bersabda: "Hai Yahudi, piutangmu akan dibayarkan besok."
Contoh kisah tentang keberanian dan ketabahan, diriwayatkan oleh Mu'adz bin Amr katanya: Pada waktu Perang Badar kujadikan Abu Jahal sebagai sasaranku. Begitu ada kesempatan, aku serang dia dan kupukul sehingga terpotong separuh betis kakinya. Sementara, anaknya Ikrimah  bin Abu Jahal memukulku pada  lengan hingga terputus tanganku tetapi masih menempel dengan kulit pada sisiku. Namun peperangan membuatku tak perduli dengannya, karena aku ketika itu berperang sepanjang hari sambil menyeret tanganku di belakang. Setelah terasa sakit karenanya, kuletakkan kakiku di atasnya lalu kutarik hingga terputus."
6.    Pengajaran etika umum.
Seperti etika mengucapkan salam dan meminta izin, etika berpakaian, makan dan minum, etika berbicara dan bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan bagaimana bergaul dengan kedua orang tua, sanak famili yang tua, kolega orang tua, guru-gurunya, kawan-kawannya dan  teman sepermainannya. Diajarkan  pula mengatur kamamya sendiri, menjaga kebersihan rumah, menyusun alat bermain, bagaimana bermain tanpa mengganggu orang lain dan bagaimana bertingkah laku di masjid dan di sekolahan.
Pegajaran berbagai hal di atas dan juga lainnya pertama-tama harus bersumber kepada Sunnah Rasulullah, lalu peri kehidupan para salaf yang shaleh, kemudian  karya tulis para pakar dalam bidang pendidikan dan tata pergaulan.
7.    Pengembangan rasa percaya diri dan tanggung jawab dalam diri anak.
Anak-anak sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Karena itu, harus dipersiapkan dan dilatih mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang nantinya akan mereka lakukan.
Hal itu bisa direalisasikan dalam diri anak melalui pembinaan rasa percaya diri, penghargaan jati dirinya, dan diberikan kepada anak kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan apa yang terbetik dalam pikirannya, serta diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya sendiri, bahkan ditugasi dengan pekerjaan rumah tangga yang sesuai untuknya. Misalnya, disuruh untuk membeli beberapa keperluan rumah dari warung terdekat; anak perempuan diberi tugas mencuci piring dan gelas atau mengasuh adik. Pemberian tugas kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga mereka terbiasa mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka.
Termasuk pemberian tanggung jawab kepada anak, ia harus menanggung resiko perbuatan yang dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahwa ia bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk memperbaiki apa yang telah dirusaknya dan meminta maaf atas kesalahannya.
Seorang anak jika terdidik untuk percaya diri akan mampu mengemban tanggung jawab yang besar. Sebagaimana putera-putera para sahabat, mereka berusaha sungguh-sungguh agar dapat ikut bersama para mujahidin fi sabilillah; sampai salah seorang di antara mereka ada yang menangis karena Rasulullah belum mengizinkannya ikut berperang bersama pasukan, tetapi karena simpati terhadapnya beliau pun mengizinkannya; dan akhimya ia termasuk salah satu syuhada dalam peperangan itu.
Rasulullah juga pernah mengangkat Usamah bin Zaid sebagai komandan pasukan yang di antara anggotanya terdapat Abu Bakar dan Umar, sekalipun masih muda belia tetapi ia orang yang tepat untuk jabatan itu. Lalu, di manakah anak-anak kita sekarang ini yang mampu menduduki puncak yang tinggi?
MEMPERHATIKAN ANAK PADA MASA REMAJA
Pada masa ini pertumbuhan jasmani anak menjadi cepat, wawasan akalnya bertambah luas, emosinya menjadi kuat dan semakin keras, serta naluri seksualnya pun mulaibangkit. Masa ini merupakan pendahuluan masa baligh. Karena itu, para pendidik perlu memberikan perhatian terhadap masalah-masalah berikut dalam menghadapi remaja:
  1. Hendaknya anak, putera maupun puteri, merasa bahwa dirinya sudah dewasa karena ia sendiri menuntut supaya diperlakukan sebagai orang dewasa, bukan sebagai anak kecil lagi.
  2. Diajarkan kepada anak hukum-hukum akil baligh dan diceritakan kepadanya kisah-kisah yang dapat mengembangkan dalam dirinya sikap takwa dan menjauhkan diri dari hal yang haram.
  3. Diberikan dorongan untuk ikut serta melaksanakan tugas-tugas rumah tangga, seperti melakukan pekerjaan yang membuatnya merasa bahwa dia sudah besar.
  4. Berupaya  mengawasi  anak dan menyibukkan waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat serta mancarikan teman yang baik.

BEBERAPA KESALAHAN PARA PENDIDIK
Berikut ini sebagian kesalahan yang sering dilakukan oleh para pendidik. Semoga Allah memberikan ma’unah (pertolongan)-Nya kepada kita untuk dapat menjauhinya dan menunjukkan kita kepada kebenaran.
1.    Ucapan pendidik tidak sesuai dengan perbuatan.
Ini  merupakan kesalahan terpenting karena anak belajar dari orang tua beberapa hal. tetapi ternyata bertentangan dengan apa yang telah diajarkannya. Tindakan ini berpengaruh buruk terhadap mental dan perilaku anak. Allah mencela perbuatan ini dengan firman-Nya:
"Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan" (Ash-Shaff: 2-3).
Bagaimana anak akan belajar kejujuran kalau ia mengetahui orang tuanya berdusta? Bagaimana anak akan belajar sifat amanah sementara ia melihat bapaknya menipu ? Bagaimana anak akan belajar akhlaq baik bila orang sekitamya suka mengejek, berkata jelek dan berakhlaq buruk?
2.    Kedua orang tua tidak sepakat atas cara tertentu dalam pendidikan anak.
Kadang kala seorang anak melakukan perbuatan tertentu di hadapan kedua orang tua, tetapi  akibatnya sang ibu memuji dan mendorong sedang sang  bapak memperingatkan dan mengancam. Anak akhimya menjadi bingung mana yang benar dan mana yang salah di antara keduanya. Dengan pengertiannya yang masih terbatas, ia belum mampu membedakan mana yang benar dan yang salah sehingga hal itu akan mengakibatkan anak menjadi bimbang dan segala urusan tidak jelas baginya. Sementara, kalau kedua orang tua mempunyai cara yang sama dan tidak memujukkan perbedaan ini, niscaya tidak terjadi kerancuan tersebut.
3.    Membiarkan anak jadi korban televisi.
Media massa mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam perilaku dan perbuatan anak dan media paling berbahaya adalah televisi. Hampir tidak ada rumah yang tidak mempunyai televisi. Padahal pengaruhnya demikian luas terhadap anak maupun orang dawasa, terhadap orang-orang berpengetahuan maupun yang terbatas pengetahuannya Plomery, seorang peneliti mengatakan: "Anak pada umumnya, dan kebanyakan orang dewasa, cenderung menerima tanpa mempertanyakan segala informasi yang tampil di film-film dan kelihatan realistis. Mereka dapat mengingat materinya dengan cara yang lebih baik ... maka akal pikiran mereka menelan begitu saja nilai-nilai yang rendah itu.
Banyak pendidik yang tidak menaruh perhatian bahwa anak mereka kecanduan menonton televisi. Padahal ini sangat berpengaruh terhadap akhlaq dan fithrah mereka, sampai apa yang dinamakan dengan acara anak-anak punpenuh dengan pemikiran-pemikiran keji yang diperoleh anak melalui acara yang ditayangkan. Banyak film kartun yang berisi kisah cinta dan roman ... sampai diantara anjing atau binatang lainnya. Tidakkah Anda melihat bagaimana seekor kucing betina dalam acara itu  -  ditampilkan sangat anggun  ...  berdandan dengan bulu mata panjang dan mata yang bercelak indah ... serta buah dada yang montok ... berlenggak lenggok untuk menggaet hati sang kucing jantan."
Penampilan perang tanding untuk wanita, juga mabuk-mabukan merokok, mencuri, melakukan tipu muslihat, berdusta dan sifat-sifat lainnya yang tidak sopan... Tayangan ini semua menyerbu dunia anak dan menodai fithrah yang suci dengan dalih acara anak-anak". Oleh karena itu anak-anak kita harus dilindungi dari perangkat yang merusak ini. Hal ini, tak diragukan lagi, bukan sesuatu yang mudah tetapi juga tidak mustahil, jika kita ingin menjaga akhlaq putera-puteri  kita dan mempersiapkan mereka untuk mengemban misi agama dan umat.
4.    Menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak kepada pembantu atau pengasuh.
Kesalahan yang amat serius danbanyak tejadi di masyarakat kita adalah fenomena kesibukan ibu dari peran utamanya merawat rumah dan anak-anak dengan hal-hal yang tentunya tak kalah penting dari pendidikan anak. Misalnya, sibuk dengan karir di luar rumah, atau sering mengada-kan kunjungan, menghadiri pertemuan, atau hanya karena malas-malasan dan tidak mau menangani langsung urusan anak. Padahal ini sangat berpengaruh terhadap kejiwaan anak dan nilai-nilai yang diserapnya. Sebab,  "Anak kecil adalah orang pertama yang dirugikan dengan keluamya ibu dari rumah untuk berkarir. Ia akan kehiLangan kasih sayang, sebab sang ibu membiarkannya dalam perawatan wanita lain seperti pembantu, atau membawanya ke tempat pengasuhan. Dan bagaimanapun, anak akan kehilangan kasih sayang ibu. Ini berbahaya sekali terhadap kejiwaan anak dan masa depannya, karena anak berkembang tanpa kasih sayang. jika anak miskin kasih sayang, ia pun akan bertindak keras terhadap para anggota masyarakatnya, akibatnya masyarakat hidup dalam kehancuran, keretakan dan kekerasan. Teryata, orang lain tidak menaruh perhatian untuk membina anak dan mendidiknya berakhlaq mulia sebagaimana yang dilakukan keluarganya. Hal ini mendatangkan malapetaka bagi anak dan masyarakat."
Terkadang pembantunya adalah orang kafir, akibatnya si anak pun terpengaruh dengan aqidah yang menyimpang atau akhlaq yang rusak yang didapatkan darinya. Maka, jika kita terpaksa mengambil pembantu, usahakanlah mendapat pembantu muslimah yang baik dan usahakan tidak bersama anak kecuali sebentar saja dalam keadaan terpaksa.
5.    Pendidik menampakkan kelemahannya dalam mendidik anak.
Ini banyak tejadi pada ibu-ibu dan kadang kala terjadi pada bapak-bapak. Kita dapatkan, misalnya, seorang ibu berkata: "Anak ini mengesalkan. Aku tidak sanggup. Tak tahu, apa yang kuperbuat dengannya. Padahal anak mendengarkan ucapan ini maka ia pun merasa bangga dapat mengganggu ibunya dan membandel karena dapat menunjukkan keberadaannya dengan cara itu. 
6.    Berlebihan dalam memberi hukuman dan balasan.
Hukuman adalah sesuatu yang disyariatkan dan termasuk salah satu sarana pendidikan yang berhasil yang sesekali mungkin diperlukan pendidik.
Namun ada yang sangat berlebihan dalam menggunakan sarana ini, sehingga membuat sarana itu berbahaya dan berakibat yang sebaliknya. Seperti kita mendengar ada orang tua yang menahan anaknya beberapa jam di kamar yang gelap jika melakukan kesalahan; ada juga yang mengikat anaknya jika berbuat sesuatu hal yang mengganggunya.
Hukuman bertingkat-tingkat, mulai dari pandangan yang mempunyai arti hingga hukuman berupa pukulan. Pendidik mungkin perlu menggunakan hukuman yang lebih dari pada sekedar pandangan yang memojokkan atau kata-kata celaan bahkan mungkin terpaksa menggunakan hukuman berupa pukulan; namun ini merupakan penyelesaian akhir, tidak diperlukan kecuali jika tidak ada cara lain.
Ada beberapa kaidah dalam penggunaan hukuman berupa pukulan antara lain:
§  Tidak dipergunakan hukuman ini kecuali jika tidak ada cara lain lagi.
§  Pendidik tidak boleh memukul ketika dalam keadaan marah sekali, karena dikhawatirkan akan membahaya-kan anak.
§  Tidak memukul pada bagian-bagian yang menyakitkan, seperti: wajah, kepala dan dada.
§  Pukulan pada tahap-tahap pertama hukuman tidak keras dan tidak menyakitkan serta tidak boleh lebih dari tiga kali pukulan, kecuali bila terpaksa dan tidak melebihi sepuluh kali pukulan.
§  Tidak boleh dipukul anak yang berumur di bawah sepuluh tahun.
§  Jika  kesalahan anak baru pertama kali ia diberi kesempatan bertobat dan minta maaf atas perbuatannya. Juga dibuat supaya ada penengah yang kelihatannya mengusahakan pemaafan baginya setelah berjanji tidak mengulangi.
§  Hendaklah pendidik sendiri yang memukul anak, tidak menyerahkan-nya kepada salah satu saudara atau temannya karena ini dapat menimbulkan kebarian dan kedengkiannya terhadap anak lain yang ikut menghukumnya.
§  Jika anak  menginjak usia dewasa dan pendidik berpendapat bahwa sepuluh kali pukulan tidak cukup membuat jera anak, maka pendidik boleh menambahnya.
7.    Berusaha mengekang anak secara berlebihan.
Yaitu tidak diberi kesempatan bermain bercanda dan bergerak ini bertentangan dengan tabiat anak dan bisa membahayakan kesehatan-nya, karena permainan penting bagi pertumbuhan anak dengan baik. "Permainan di tempat yang bebas dan luas termasuk faktor terpenting yang membantu pertumbuhan jasmani anak dan menjaga kesehatannya·"
Maka orang tua seyogianya tidak mencegah anak-anak yang sedang asyik bermain pasir ketika wisata ke tepi pantai atau di tengah padang pasir. Karena itu merupakan waktu bersenang-senang dan bermain, bukan waktu berdisiplin. Tidak ada waktu kebebasan bergerak bagi anak-anak kecuali dalam kesempatan wisata yang bebas seperti ini. Maka sekali-kali mereka harus dibiarkan.
8.    Mendidik anak tidak percaya diri dan merendahkan pribadinya.
Sayang ini banyak tejadi di kalangan bapak-bapak; padahal ini berpengaruh jelek terhadap masa depan anak dan pandangannya pada kehidupan. Karena anak yang terdidik rendah pribadi dan tidak percaya diri akan tumbuh menjadi penakut lemah dan tidak mampu menghadapi beban dan tantangan hidup, bahkan setelah dawasa. Karena itu, seyogianya kita mempersiapkan anak-anak kita untuk dapat mekksanakan tugas-tugas dien dan dunia. Dan hal ini tidak tercapai kecuali dengan mendidik mereka memiliki rasa percaya dan harga diri namun tidak sombong dan takabur; serta senantiasa mengupayakan agar anak dikenalkan kepada hal-hal yang bernilai tinggi dan dijauhkan dari hal-hal yang bernilai rendah.
IMBALAN TERHADAP SUATU PRESTASI

Seorang pendidik yang berhasil akan menjauhkan diri dari hukuman tatkala mendapati pada anak didiknya ada kesalahan atau kekeliruan, karena hal itu akan berakibat buruk pada dirinya maupun anak didiknya. Anak didik menjadi tidak menghormatinya atau bahkan membencinya yang dapat mencoreng nama baik dan kedudukannya sebagai pendidik umat. Dia akan melakukannya di saat mendesak dan memang perlu. Kalaupun terpaksa memberikan hukuman, maka seorang pendidik yang baik tidaklah sering menerapkan hukuman secara fisik terhadap anak didiknya.
Maka hendaknya seorang pendidik lebih mengutamakan hadiah dari hukuman, sebab hal itu akan menumbuhkan rasa hormat dan kecintaan anak-anak terhadap pendidiknya. Seorang pendidik juga harus memberikan perhatian kepada anak-anak didiknya, di antara bentuk-bentuk perhatian itu, antara lain:
1.    Pujian.
Bagi seorang pendidik hendaknya ia memuji anak didiknya yang menampakkan akhlaq mulia atau kesungguhan dalam belajar. Yang demikian akan memicu semangat belajar mereka dan memberikan pengaruh yang baik, sehingga mereka mencintai pendidik beserta lingkungan pendidikannya. Hal ini juga dapat merangsang anak didik lainnya dalam mengikutinya agar dapat mendapatkan hal serupa dari pendidiknya.
2.    Hadiah.
Tabiat seorang anak biasanya menyukai hadiah berupa barang dan bersemangat untuk mendapatkannya. Oleh sebab itu, seorang pendidik hendaknya memperhatikan kesukaan anak didiknya, sehingga suatu saat dapat menghadiahkan sesuatu (barang) yang benar-benar disukainya.
Seorang anak didik yang memiliki akhlaq mulia atau rajin menunaikan kewajiban kepada Rabbnya, mulai dari shalat, puasa, dan amalan-amalan sunnah, ketika mendapatkan hadiah maka ia akan bertambah semangat dalam amalannya tersebut.
3.    Do’a.
Selain melalui upaya-upaya yang kongkrit, untuk mendukung keberhasilan dalam mendidik juga diperlukan do’a bagi diri pendidik maupun anak didik.
Firman Allah Ta'ala:
"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu …. (Al Mu'min: 60).
" Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku….." (Al-Baqarah : 186).
Doa mempunyai peranan yang penting sekali dalam pendidikan anak, bahkan dalam seluruh urusan kehidupan, dan hanya Allah 'Azza wa Jalla yang memberikan taufik dan hidayah. Seorang muslim mungkin telah berusaha maksimal dalam upaya  mendidik anaknya agar menjadi orang shaleh tetapi tidak berhasil. Sebaliknya, ada anak yang menjadi orang shaleh sekalipun terdidik di tengah lingkungan  yang menyimpang dan jelek; bahkan  mungkin  dibesarkan  tanpa mendapat perhatian  pendidikan dari kedua orang tua. Jadi, petunjuk itu semata-mata dari Allah. Dia-lah yang berfirman:
"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya…" (Al-Qashash : 56).
Maka kita semua tidak boleh melupakan aspek ini dan wajib memohon dan berdo'a kepada Allah semoga berkenan menjadikan kita dan anak keturunan kita orang-orang yang shaleh, hanya Dialah yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
4.    Nasehat.
Seorang pendidik perlu memberikan nasehat kepada anak-anak didiknya dengan nasihat-nasihat yang baik sebagai dorongan atau cambuk bagi mereka agar lebih giat dalam belajar.
5.    Bersahabat dengan mereka.
Hubungan persahabatan yang merupakan salah satu cara untuk membangkitkan semangat belajar bagi anak-anak didik dan menimbulkan rasa cinta mereka kepada pendidiknya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara, misalnya menyertai mereka saat pergi ke masjid, pulang sekolah dan kesempatan lainnya.
<(:—ooo.RochMad.ooo—:)>
“Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya, kecuali dari tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shalih yang menco’akannya.”
(HR. Muslim dari Abu Hurairah r.a.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar