Posisi
para pendidik adalah posisi yang sangat vital, amalan yang ia kerjakan
untuk mendidik generasi Islam merupakan amal yang sangat mulia apabila
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan ikhlas karena Allah Subhaanahu Wa
Ta'aalaa semata. Pada pendidik adalah orang-orang yang mengarahkan
generasi muda Islam sehingga menjadi pembawa dan penegak bendera
Al-Kitab dan Sunnah di atas muka bumi. Mereka adalah para guru, para
ustadz, para pembimbing dan pelatih, juga termasuk di dalamnya ayah dan
ibu.
PENDAHULUAN
Baik
dan buruknya masyarakat tergantung kepada mereka, apabila mereka
menunaikan tugasnya dengan baik di dalam pendidikan, ikhlas di dalam
amalnya dan mengarahkan anak didik dengan dien, akhlaq dan pendidikan
yang baik, maka akan berbahagialah para anak didik dan para pendidik di
dunia dan akhirat. Sebagimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepada anak pamannya, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu:
“Demi Allah, jika Allah memberi hidayah kepada seseorang melaluimu, maka yang demikian lebih baik bagimu daripada onta merah.” (Muttafaqqun ‘Alaih).
Juga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pengajar kebaikan, dia akan dimintakan ampun oleh segala sesuatu –yang ada di muka bumi- sampaipun ikan-ikan di lautan.” (HR. Thabrani dan lainnya).
Apabila
seorang pendidik lalai dari kewajibannya, bahkan mengarahkan para anak
didik kepada penyimpangan dan kebinasaan serta akhlaq yang buruk, maka
mereka akan sengsara, termasuk pendidik itu sendiri. Dan tentu saja dosa
akan ditanggung olehnya dan dia akan bertanggung jawab di hadapan Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Maka
seorang pendidik merupakan pemimpin di lingkungan pendidikannya dan dia
bertanggung jawab terhadap anak-anak didiknya. Dengan demikian,
hendaklah yang harus didahulukan adalah memperbaiki diri pribadi
pendidik, sebelum yang lainnya. Sebab, menurut anak-anak didik kebaikan
adalah apa yang dikerjakan oleh sang pendidik, dan keburukan adalah apa
yang ditinggalkannya. Memang kebaikan pribadi dan akhlaq para pendidik
merupakan pendidikan bagi anak-anak didik.
Di
antara tujuan pendidikan adalah menyiapkan pribadi dan generasi yang
memiliki kepribadian mulia, pribadi yang senantiasa terkait dengan
Rabbnya, senantiasa menyandarkan urusan dan aturan hidupnya hanya
kepadaNya. Berjuang untuk meluruskan masyarakatnya dan memperbaiki
pemahaman-pemahaman mereka di atas dasar-dasar yang benar. Inilah inti
dari dunia pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan didasarkan pada
pembentukan akhlaq yang mulia dan yang diterapkan dalam hubungan antara
anak didik dengan Rabbnya, antara anak didik dengan gurunya, antara anak
didik dengan teman-temannya, serta antara anak didik dengan lingkungan
pendidikannya dan keluarganya.
Untuk menjadi pendidik yang shalih dan bermanfaat, maka diperlukan beberapa syarat, antara lain:
1. Mampu menjadi suri tauladan yang baik bagi orang lain, baik dalam ucapan, amalan maupun perilakunya.
2. Mampu mengajar dan mendidik dalam waktu yang sama dengan berbekal keilmuan yang cukup.
MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA ENAM TAHUN PERTAMA
Periode
pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan
periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai
pengaruh yang sangat mendalam bagi pembentukan pribadinya. Apapun yang
terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak
pengaruh-pengaruhnya dengan nyata pada kepribadian-nya ketika menjadi
dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah).
Karena
itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan
anak dalam periode ini. Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua
orang tua dapat kami ringkaskan sebagai berikut:
1. Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orang tua, terutama ibu.
Ini
perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak
merasakan cinta kasih ini, maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri
saja dan membenci orang di sekitamya. "Seorang ibu muslimah harus
menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk
memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan
perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak
memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang dikaruniakan Allah
dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar dengan
sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak." (Muhammad Quthub, Manhajut Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2).
Maka
sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk
dengan kegiatan karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau
kesibukan lainnya.
2. Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.
Kami
kira, ini bukan sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa
membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu
dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang
kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini.
Kedisiplinan
akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga
mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.
3. Hendaklah kedua orang tua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya.
Yaitu
dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan
dalam pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak
masih kecil dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga
kedua orang tua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya.
Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak. "Karena
kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar
sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga. Sementara kita
melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti.
Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua
berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali
dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski
kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak.
Akan
tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan
menangkap secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran puma, dan akan
meniru secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran purna, segala yang
dilihat atau didengar di sekitamya." (Muhammad Quthub, Manhajut Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2).
4. Anak dibiasakan dengan etika umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya.
Antara lain: (Silahkan lihat Ahmad Izzuddin Al Bayanuni, Minhaj At Tarbiyah Ash Shalihah)
- Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus.
- Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.
- Dilarang tidur tertelungkup dan dibiasakan tidur dengan miring ke kanan.
- Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya.
- Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya.
- Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.
- Dilarang bermain dengan hidungnya.
- Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan.
- Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat dan tidak memulai makan sebelum orang lain.
- Tidak memandang dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang makan.
- Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik.
- Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada.
- Dibiasakan kebersihan mulut dengan menggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur.
- Dididik untuk mendahulukan orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan.
- Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari.
- Dibiasakan membaca "Alhamdulillah" jika bersin, dan mengatakan "Yarhamukallah" kepada orang yang bersin jika membaca "Alhamdulillah".
- Supaya menahan mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai bersuara.
- Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.
- Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak).
- Ketika berjalan jangan mendahului kedua orang tua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka.
- Dibiasakan berjalan kaki pada trotoar [dengan posisi anak di sebelah kiri], bukan di tengah jalan.
- Tidak membuang sampah di jalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya.
- Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan "Assalamu 'Alaikum" serta membalas salam orang yang mengucapkannya.
- Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik.
- Dibiasakan menuruti perintah orang tua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan.
- Bila membantah diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel.
- Hendaknya kedua orang tua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan.
- Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal anak.
- Ditanamkan kepada anak agar senang pada alat permainan yang dibolehkan seperti bola, mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan kepadanya agar membenci alat permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti manusia dan hewan.
- Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengam-bil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri.
MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA SETELAH ENAM TAHUN PERTAMA
Pada
periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur. Ia
mau menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan diri
dengan teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini
anak lebih mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh
ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa diarahkan secara langsung.
Oleh sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam
pendidikan dan pengarahan anak.
Kita, Insya Allah, akan membicarakan tentang aspek-aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh para pendidik pada periode ini. Yaitu:
1. Pengenalan Allah dengan cara yang sederhana.
Pada periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah 'Azza Wajalla dengan cara yang sesuai dengan pengertian dan tingkat pemikirannya. Diajarkan kepadanya:
- Bahwa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
- Bahwa Dia-lah Pencipta segala sesuatu. Pencipta langit, bumi, manusia, hewan, pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya. Pendidik dapat memanfaatkan situasi tertentu untuk bertanya kepada anak, misalnya ketika bejalan-jalan di taman atau padang, tentang siapakah Pencipta air, sungai, bumi, pepohonan dan lain-lainnya, untuk menggugah perhatiannya kepada keagungan Allah.
- Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah untuknya dan untuk keluarganya. Misalnya, anak ditanya: Siapakah yang memberimu pendengaran, penglihatan dan akal? Siapakah yang memberimu kekuatan dan kemampuan untuk bergerak? Siapakah yang memberi rizki dan makanan untukmu dan keluargamu? Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang nyata dan dianjurkan agar cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang banyak ini. Metode ini disebutkan dalam Al Qur'an, dalam banyak ayat Allah menggugah minat para hamba-Nya agar memperhatikan segala nikmat yang dikaruniakan-Nya, seperti firman-Nya:
"Tidakkah
kamu perhatian sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu
apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempumakan untukmu
nikmat-Nya lahir dan batin" (Luqman: 20).
"Hai
manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain
Allah yang dapat memberikan rizki kepadamu dari langit dan bumi...." (Fathir :3).
“Dan
dengan rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dai
karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya." (Al Qashash : 73).
2. Pengajaran sebagian hukum yang jelas dan tentang halal-haram.
Diajarkan kepada anak tentang menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum thaharah
(bersuci) dan pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang
haram, dusta, adu domba, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan
Allah. Pokoknya, disuruh menetapi syari’at Allah sebagaimana orang
dewasa dan dicegah dari apa yang dilarang sebagaimana orang dewasa,
sehingga anak akan tumbuh demikian dan menjadi terbiasa. Karena bila
semenjak kecil anak dibiasakan dengan sesuatu, maka kalau sudah dewasa
akan menjadi kebiasaannya.
Agar
diupayakan pula pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak, sebagai-mana
kata Sufyan Al Tsauri: "Seorang bapak harus menanamkan ilmu pada
anaknya, karena dia penanggung jawabnya." (Muhammad Hasan Musa, Nuzharul Fudhala' Tahdzib Siar A'lamin Nubala :Juz 1)
3. Pengajaran baca Al Qur'an.
Al
Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun.
Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Qur’an dengan benar, dan
diupayakan semaksimalnya agar menghafal Al Qur'an atau sebagian besar
darinya dengan diberi dorongan melalui berbagai cara. Karena itu, kedua
orang tua bendaklah berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu
sekoiah tahfizh Al Qur'an; kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada
salah satu halaqah tahfizh. Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas
bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"Barang
siapa membaca Al-quran dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah
pada hari kiamat mengenakan kepada kedua orang tuanya sebuah mahkota
yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah
dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini".
Para
salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan tahfizh Al Qur'an
bagi anak-anak mereka. Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyi menceritakan
kepada kita tentang imam An-Nawawi, Rahimahullah,
katanya: "Aku melihat beliau ketika masih berumur 10 tahun di Nawa. Para
anak kecil tidak mau bermain dengannya dan ia pun berlari dari mereka
seraya menangis, kemudian ia membaca Al Qur'an. Maka tertanamlah dalam
hatiku rasa cinta kepadanya. Ketika itu bapaknya menugasinya menjaga
toko, tetapi ia tidak mau bejualan dan menyibukkan diri dengan Al
Qur'an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya bahwa anak ini
diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya
serta bermanfaat bagi umat manusia. Ia pun berkata kepadaku: “Tukang
ramalkah Anda? Jawabku: Tidak, tetapi Allah-lah yang membuatku berbicara
tentang hal ini. Bapak guru itu kemudian menceritakan kepada orang
tuanya, sehingga memperhatikan beliau dengan sungguh-sungguh sampai
dapat khatam Al Qur'an ketika menginjak dewasa."
4. Pengajaran hak-hak kedua orang tua.
Diajarkan
kepada anak untuk bersikap hormat, taat dan berbuat baik kepada kedua
orang tua, sehingga terdidik dan terbiasa demikian. Anak sering
bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orang tua disebabkan karena
kurangnya perhatian orang tua dalam mendidik anak dan tidak
membiasakan-nya berbuat kebaikan sejak usia dini. Firman Allah Ta'ala :
'Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Al-Isra': 23-24).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi bersabda:
"Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga"
"Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga"
Berikut ini kisah seorang anak muda yang berbuat baik kepada bapaknya, disebutkan dalam kitab 'Uyunul Akhbar : "Al Ma'mun rahimahullah
berkata: Belum pernah saya melihat seseorang yang amat berbuat baik
kepada bapaknya daripada Al Fadhl bin Yahya. Karena kebaikannya, sampai
bapaknya (Yahya) tidak berwudhu kecuali dengan air hangat. Ketika
keduanya berada dalam penjara, para sipir melarang memasukkan kayu bakar
di malam yang dingin. Maka Al Fadhl, ketika bapaknya tidur, bangun
mengambil teko yang biasa dia pergunakan untuk memanaskan air, lalu ia
isi air dan ia dekatkan pada api lampu. Ia pun tetap berdiri memegangi
teko sampai pagi. Ia lakukan hal ini untuk berbuat baik kepada bapaknya
agar dapat berwudhu dengan air hangat."
5. Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam.
Tokoh teladan kita yang utama yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian para sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum
dan pengikut mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam
segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka,
diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani perbuatan agung
mereka dan mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian, keprajuritan,
kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan
sifat-sifat lainnya. Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak
hendaklah sesuai dengan tingkat pengertiannya, tidak membosankan, dan
difokuskan pada penampilan serta penjelasan aspek-aspek yang baik saja
sehingga mudah diterima oleh anak.
Misalnya,
diceritakan kepada anak kisah Rasulullah bersama orang Yahudi yang
menuntut kepada beliau agar membayar uang pinjamannya, sebagai contoh
akhlaq baik beliau:
Diriwayatkan
bahwa ada seorang Yahudi yang meminjamkan uang kepada Rasulullah lalu
hendak menagih hutangnya sebelum habis masanya. Maka dicegatnya
Rasulullah di tengah jalan kota Madinah seraya berkata: "Sungguh, kalian
anak keturunan Abdul Muthalib adalah orang-orang yang suka menangguhkan
(bayar hutang)". Umar pun melihat kejadian itu dan amat marah, lalu
berkata: "Izinkanlah aku wahai Rasulullah, biar kupenggal lehernya!"
Tapi Nabi bersabda: "Aku dan kawanku sangat tidak menginginkan hal itu,
wahai Umar. Suruhlah ia berperkara dengan baik dan suruhlah aku
menyelesaikan dengan baik." Kemudian beliau berpaling kepada orang
Yahudi dan bersabda: "Hai Yahudi, piutangmu akan dibayarkan besok."
Contoh
kisah tentang keberanian dan ketabahan, diriwayatkan oleh Mu'adz bin
Amr katanya: Pada waktu Perang Badar kujadikan Abu Jahal sebagai
sasaranku. Begitu ada kesempatan, aku serang dia dan kupukul sehingga
terpotong separuh betis kakinya. Sementara, anaknya Ikrimah bin Abu
Jahal memukulku pada lengan hingga terputus tanganku tetapi masih
menempel dengan kulit pada sisiku. Namun peperangan membuatku tak
perduli dengannya, karena aku ketika itu berperang sepanjang hari sambil
menyeret tanganku di belakang. Setelah terasa sakit karenanya,
kuletakkan kakiku di atasnya lalu kutarik hingga terputus."
6. Pengajaran etika umum.
Seperti
etika mengucapkan salam dan meminta izin, etika berpakaian, makan dan
minum, etika berbicara dan bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan
bagaimana bergaul dengan kedua orang tua, sanak famili yang tua, kolega
orang tua, guru-gurunya, kawan-kawannya dan teman sepermainannya.
Diajarkan pula mengatur kamamya sendiri, menjaga kebersihan rumah,
menyusun alat bermain, bagaimana bermain tanpa mengganggu orang lain dan
bagaimana bertingkah laku di masjid dan di sekolahan.
Pegajaran
berbagai hal di atas dan juga lainnya pertama-tama harus bersumber
kepada Sunnah Rasulullah, lalu peri kehidupan para salaf yang shaleh,
kemudian karya tulis para pakar dalam bidang pendidikan dan tata
pergaulan.
7. Pengembangan rasa percaya diri dan tanggung jawab dalam diri anak.
Anak-anak
sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Karena itu, harus dipersiapkan
dan dilatih mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang
nantinya akan mereka lakukan.
Hal
itu bisa direalisasikan dalam diri anak melalui pembinaan rasa percaya
diri, penghargaan jati dirinya, dan diberikan kepada anak kesempatan
untuk menyampaikan pendapatnya dan apa yang terbetik dalam pikirannya,
serta diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya sendiri,
bahkan ditugasi dengan pekerjaan rumah tangga yang sesuai untuknya.
Misalnya, disuruh untuk membeli beberapa keperluan rumah dari warung
terdekat; anak perempuan diberi tugas mencuci piring dan gelas atau
mengasuh adik. Pemberian tugas kepada anak ini bertahap sedikit demi
sedikit sehingga mereka terbiasa mengemban tanggung jawab dan
melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka.
Termasuk
pemberian tanggung jawab kepada anak, ia harus menanggung resiko
perbuatan yang dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahwa ia
bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk
memperbaiki apa yang telah dirusaknya dan meminta maaf atas
kesalahannya.
Seorang
anak jika terdidik untuk percaya diri akan mampu mengemban tanggung
jawab yang besar. Sebagaimana putera-putera para sahabat, mereka
berusaha sungguh-sungguh agar dapat ikut bersama para mujahidin fi sabilillah;
sampai salah seorang di antara mereka ada yang menangis karena
Rasulullah belum mengizinkannya ikut berperang bersama pasukan, tetapi
karena simpati terhadapnya beliau pun mengizinkannya; dan akhimya ia
termasuk salah satu syuhada dalam peperangan itu.
Rasulullah
juga pernah mengangkat Usamah bin Zaid sebagai komandan pasukan yang di
antara anggotanya terdapat Abu Bakar dan Umar, sekalipun masih muda
belia tetapi ia orang yang tepat untuk jabatan itu. Lalu, di manakah
anak-anak kita sekarang ini yang mampu menduduki puncak yang tinggi?
MEMPERHATIKAN ANAK PADA MASA REMAJA
Pada
masa ini pertumbuhan jasmani anak menjadi cepat, wawasan akalnya
bertambah luas, emosinya menjadi kuat dan semakin keras, serta naluri
seksualnya pun mulaibangkit. Masa ini merupakan pendahuluan masa baligh.
Karena itu, para pendidik perlu memberikan perhatian terhadap
masalah-masalah berikut dalam menghadapi remaja:
- Hendaknya anak, putera maupun puteri, merasa bahwa dirinya sudah dewasa karena ia sendiri menuntut supaya diperlakukan sebagai orang dewasa, bukan sebagai anak kecil lagi.
- Diajarkan kepada anak hukum-hukum akil baligh dan diceritakan kepadanya kisah-kisah yang dapat mengembangkan dalam dirinya sikap takwa dan menjauhkan diri dari hal yang haram.
- Diberikan dorongan untuk ikut serta melaksanakan tugas-tugas rumah tangga, seperti melakukan pekerjaan yang membuatnya merasa bahwa dia sudah besar.
- Berupaya mengawasi anak dan menyibukkan waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat serta mancarikan teman yang baik.
BEBERAPA KESALAHAN PARA PENDIDIK
Berikut ini sebagian kesalahan yang sering dilakukan oleh para pendidik. Semoga Allah memberikan ma’unah (pertolongan)-Nya kepada kita untuk dapat menjauhinya dan menunjukkan kita kepada kebenaran.
1. Ucapan pendidik tidak sesuai dengan perbuatan.
Ini
merupakan kesalahan terpenting karena anak belajar dari orang tua
beberapa hal. tetapi ternyata bertentangan dengan apa yang telah
diajarkannya. Tindakan ini berpengaruh buruk terhadap mental dan
perilaku anak. Allah mencela perbuatan ini dengan firman-Nya:
"Hai
orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa
yang tidak kamu kerjakan" (Ash-Shaff: 2-3).
Bagaimana
anak akan belajar kejujuran kalau ia mengetahui orang tuanya berdusta?
Bagaimana anak akan belajar sifat amanah sementara ia melihat bapaknya
menipu ? Bagaimana anak akan belajar akhlaq baik bila orang sekitamya
suka mengejek, berkata jelek dan berakhlaq buruk?
2. Kedua orang tua tidak sepakat atas cara tertentu dalam pendidikan anak.
Kadang
kala seorang anak melakukan perbuatan tertentu di hadapan kedua orang
tua, tetapi akibatnya sang ibu memuji dan mendorong sedang sang bapak
memperingatkan dan mengancam. Anak akhimya menjadi bingung mana yang
benar dan mana yang salah di antara keduanya. Dengan pengertiannya yang
masih terbatas, ia belum mampu membedakan mana yang benar dan yang salah
sehingga hal itu akan mengakibatkan anak menjadi bimbang dan segala
urusan tidak jelas baginya. Sementara, kalau kedua orang tua mempunyai
cara yang sama dan tidak memujukkan perbedaan ini, niscaya tidak terjadi
kerancuan tersebut.
3. Membiarkan anak jadi korban televisi.
Media
massa mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam perilaku dan perbuatan
anak dan media paling berbahaya adalah televisi. Hampir tidak ada rumah
yang tidak mempunyai televisi. Padahal pengaruhnya demikian luas
terhadap anak maupun orang dawasa, terhadap orang-orang berpengetahuan
maupun yang terbatas pengetahuannya Plomery, seorang peneliti
mengatakan: "Anak pada umumnya, dan kebanyakan orang dewasa, cenderung
menerima tanpa mempertanyakan segala informasi yang tampil di film-film
dan kelihatan realistis. Mereka dapat mengingat materinya dengan cara
yang lebih baik ... maka akal pikiran mereka menelan begitu saja
nilai-nilai yang rendah itu.
Banyak
pendidik yang tidak menaruh perhatian bahwa anak mereka kecanduan
menonton televisi. Padahal ini sangat berpengaruh terhadap akhlaq dan
fithrah mereka, sampai apa yang dinamakan dengan acara anak-anak
punpenuh dengan pemikiran-pemikiran keji yang diperoleh anak melalui
acara yang ditayangkan. Banyak film kartun yang berisi kisah cinta dan
roman ... sampai diantara anjing atau binatang lainnya. Tidakkah Anda
melihat bagaimana seekor kucing betina dalam acara itu - ditampilkan
sangat anggun ... berdandan dengan bulu mata panjang dan mata yang
bercelak indah ... serta buah dada yang montok ... berlenggak lenggok
untuk menggaet hati sang kucing jantan."
Penampilan
perang tanding untuk wanita, juga mabuk-mabukan merokok, mencuri,
melakukan tipu muslihat, berdusta dan sifat-sifat lainnya yang tidak
sopan... Tayangan ini semua menyerbu dunia anak dan menodai fithrah yang
suci dengan dalih acara anak-anak". Oleh karena itu anak-anak kita
harus dilindungi dari perangkat yang merusak ini. Hal ini, tak diragukan
lagi, bukan sesuatu yang mudah tetapi juga tidak mustahil, jika kita
ingin menjaga akhlaq putera-puteri kita dan mempersiapkan mereka untuk
mengemban misi agama dan umat.
4. Menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak kepada pembantu atau pengasuh.
Kesalahan
yang amat serius danbanyak tejadi di masyarakat kita adalah fenomena
kesibukan ibu dari peran utamanya merawat rumah dan anak-anak dengan
hal-hal yang tentunya tak kalah penting dari pendidikan anak. Misalnya,
sibuk dengan karir di luar rumah, atau sering mengada-kan kunjungan,
menghadiri pertemuan, atau hanya karena malas-malasan dan tidak mau
menangani langsung urusan anak. Padahal ini sangat berpengaruh terhadap
kejiwaan anak dan nilai-nilai yang diserapnya. Sebab, "Anak kecil
adalah orang pertama yang dirugikan dengan keluamya ibu dari rumah untuk
berkarir. Ia akan kehiLangan kasih sayang, sebab sang ibu membiarkannya
dalam perawatan wanita lain seperti pembantu, atau membawanya ke tempat
pengasuhan. Dan bagaimanapun, anak akan kehilangan kasih sayang ibu.
Ini berbahaya sekali terhadap kejiwaan anak dan masa depannya, karena
anak berkembang tanpa kasih sayang. jika anak miskin kasih sayang, ia
pun akan bertindak keras terhadap para anggota masyarakatnya, akibatnya
masyarakat hidup dalam kehancuran, keretakan dan kekerasan. Teryata,
orang lain tidak menaruh perhatian untuk membina anak dan mendidiknya
berakhlaq mulia sebagaimana yang dilakukan keluarganya. Hal ini
mendatangkan malapetaka bagi anak dan masyarakat."
Terkadang
pembantunya adalah orang kafir, akibatnya si anak pun terpengaruh
dengan aqidah yang menyimpang atau akhlaq yang rusak yang didapatkan
darinya. Maka, jika kita terpaksa mengambil pembantu, usahakanlah
mendapat pembantu muslimah yang baik dan usahakan tidak bersama anak
kecuali sebentar saja dalam keadaan terpaksa.
5. Pendidik menampakkan kelemahannya dalam mendidik anak.
Ini
banyak tejadi pada ibu-ibu dan kadang kala terjadi pada bapak-bapak.
Kita dapatkan, misalnya, seorang ibu berkata: "Anak ini mengesalkan. Aku
tidak sanggup. Tak tahu, apa yang kuperbuat dengannya. Padahal anak
mendengarkan ucapan ini maka ia pun merasa bangga dapat mengganggu
ibunya dan membandel karena dapat menunjukkan keberadaannya dengan cara
itu.
6. Berlebihan dalam memberi hukuman dan balasan.
Hukuman
adalah sesuatu yang disyariatkan dan termasuk salah satu sarana
pendidikan yang berhasil yang sesekali mungkin diperlukan pendidik.
Namun
ada yang sangat berlebihan dalam menggunakan sarana ini, sehingga
membuat sarana itu berbahaya dan berakibat yang sebaliknya. Seperti kita
mendengar ada orang tua yang menahan anaknya beberapa jam di kamar yang
gelap jika melakukan kesalahan; ada juga yang mengikat anaknya jika
berbuat sesuatu hal yang mengganggunya.
Hukuman
bertingkat-tingkat, mulai dari pandangan yang mempunyai arti hingga
hukuman berupa pukulan. Pendidik mungkin perlu menggunakan hukuman yang
lebih dari pada sekedar pandangan yang memojokkan atau kata-kata celaan
bahkan mungkin terpaksa menggunakan hukuman berupa pukulan; namun ini
merupakan penyelesaian akhir, tidak diperlukan kecuali jika tidak ada
cara lain.
Ada beberapa kaidah dalam penggunaan hukuman berupa pukulan antara lain:
§ Tidak dipergunakan hukuman ini kecuali jika tidak ada cara lain lagi.
§ Pendidik tidak boleh memukul ketika dalam keadaan marah sekali, karena dikhawatirkan akan membahaya-kan anak.
§ Tidak memukul pada bagian-bagian yang menyakitkan, seperti: wajah, kepala dan dada.
§ Pukulan
pada tahap-tahap pertama hukuman tidak keras dan tidak menyakitkan
serta tidak boleh lebih dari tiga kali pukulan, kecuali bila terpaksa
dan tidak melebihi sepuluh kali pukulan.
§ Tidak boleh dipukul anak yang berumur di bawah sepuluh tahun.
§ Jika
kesalahan anak baru pertama kali ia diberi kesempatan bertobat dan
minta maaf atas perbuatannya. Juga dibuat supaya ada penengah yang
kelihatannya mengusahakan pemaafan baginya setelah berjanji tidak
mengulangi.
§ Hendaklah
pendidik sendiri yang memukul anak, tidak menyerahkan-nya kepada salah
satu saudara atau temannya karena ini dapat menimbulkan kebarian dan
kedengkiannya terhadap anak lain yang ikut menghukumnya.
§ Jika anak menginjak
usia dewasa dan pendidik berpendapat bahwa sepuluh kali pukulan tidak
cukup membuat jera anak, maka pendidik boleh menambahnya.
7. Berusaha mengekang anak secara berlebihan.
Yaitu
tidak diberi kesempatan bermain bercanda dan bergerak ini bertentangan
dengan tabiat anak dan bisa membahayakan kesehatan-nya, karena permainan
penting bagi pertumbuhan anak dengan baik. "Permainan di tempat yang
bebas dan luas termasuk faktor terpenting yang membantu pertumbuhan
jasmani anak dan menjaga kesehatannya·"
Maka
orang tua seyogianya tidak mencegah anak-anak yang sedang asyik bermain
pasir ketika wisata ke tepi pantai atau di tengah padang pasir. Karena
itu merupakan waktu bersenang-senang dan bermain, bukan waktu
berdisiplin. Tidak ada waktu kebebasan bergerak bagi anak-anak kecuali
dalam kesempatan wisata yang bebas seperti ini. Maka sekali-kali mereka
harus dibiarkan.
8. Mendidik anak tidak percaya diri dan merendahkan pribadinya.
Sayang
ini banyak tejadi di kalangan bapak-bapak; padahal ini berpengaruh
jelek terhadap masa depan anak dan pandangannya pada kehidupan. Karena
anak yang terdidik rendah pribadi dan tidak percaya diri akan tumbuh
menjadi penakut lemah dan tidak mampu menghadapi beban dan tantangan
hidup, bahkan setelah dawasa. Karena itu, seyogianya kita mempersiapkan
anak-anak kita untuk dapat mekksanakan tugas-tugas dien dan dunia. Dan
hal ini tidak tercapai kecuali dengan mendidik mereka memiliki rasa
percaya dan harga diri namun tidak sombong dan takabur; serta senantiasa
mengupayakan agar anak dikenalkan kepada hal-hal yang bernilai tinggi
dan dijauhkan dari hal-hal yang bernilai rendah.
IMBALAN TERHADAP SUATU PRESTASI
Seorang
pendidik yang berhasil akan menjauhkan diri dari hukuman tatkala
mendapati pada anak didiknya ada kesalahan atau kekeliruan, karena hal
itu akan berakibat buruk pada dirinya maupun anak didiknya. Anak didik
menjadi tidak menghormatinya atau bahkan membencinya yang dapat
mencoreng nama baik dan kedudukannya sebagai pendidik umat. Dia akan
melakukannya di saat mendesak dan memang perlu. Kalaupun terpaksa
memberikan hukuman, maka seorang pendidik yang baik tidaklah sering
menerapkan hukuman secara fisik terhadap anak didiknya.
Maka
hendaknya seorang pendidik lebih mengutamakan hadiah dari hukuman,
sebab hal itu akan menumbuhkan rasa hormat dan kecintaan anak-anak
terhadap pendidiknya. Seorang pendidik juga harus memberikan perhatian
kepada anak-anak didiknya, di antara bentuk-bentuk perhatian itu, antara
lain:
1. Pujian.
Bagi
seorang pendidik hendaknya ia memuji anak didiknya yang menampakkan
akhlaq mulia atau kesungguhan dalam belajar. Yang demikian akan memicu
semangat belajar mereka dan memberikan pengaruh yang baik, sehingga
mereka mencintai pendidik beserta lingkungan pendidikannya. Hal ini juga
dapat merangsang anak didik lainnya dalam mengikutinya agar dapat
mendapatkan hal serupa dari pendidiknya.
2. Hadiah.
Tabiat
seorang anak biasanya menyukai hadiah berupa barang dan bersemangat
untuk mendapatkannya. Oleh sebab itu, seorang pendidik hendaknya
memperhatikan kesukaan anak didiknya, sehingga suatu saat dapat
menghadiahkan sesuatu (barang) yang benar-benar disukainya.
Seorang
anak didik yang memiliki akhlaq mulia atau rajin menunaikan kewajiban
kepada Rabbnya, mulai dari shalat, puasa, dan amalan-amalan sunnah,
ketika mendapatkan hadiah maka ia akan bertambah semangat dalam
amalannya tersebut.
3. Do’a.
Selain
melalui upaya-upaya yang kongkrit, untuk mendukung keberhasilan dalam
mendidik juga diperlukan do’a bagi diri pendidik maupun anak didik.
Firman Allah Ta'ala:
"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu …. (Al Mu'min: 60).
" Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah)
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku….." (Al-Baqarah : 186).
Doa mempunyai peranan yang penting sekali dalam pendidikan anak, bahkan dalam seluruh urusan kehidupan, dan hanya Allah 'Azza wa Jalla
yang memberikan taufik dan hidayah. Seorang muslim mungkin telah
berusaha maksimal dalam upaya mendidik anaknya agar menjadi orang
shaleh tetapi tidak berhasil. Sebaliknya, ada anak yang menjadi orang
shaleh sekalipun terdidik di tengah lingkungan yang menyimpang dan
jelek; bahkan mungkin dibesarkan tanpa mendapat perhatian pendidikan
dari kedua orang tua. Jadi, petunjuk itu semata-mata dari Allah.
Dia-lah yang berfirman:
"Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi,
tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya…" (Al-Qashash : 56).
Maka
kita semua tidak boleh melupakan aspek ini dan wajib memohon dan
berdo'a kepada Allah semoga berkenan menjadikan kita dan anak keturunan
kita orang-orang yang shaleh, hanya Dialah yang memberi petunjuk kepada
jalan yang lurus.
4. Nasehat.
Seorang
pendidik perlu memberikan nasehat kepada anak-anak didiknya dengan
nasihat-nasihat yang baik sebagai dorongan atau cambuk bagi mereka agar
lebih giat dalam belajar.
5. Bersahabat dengan mereka.
Hubungan
persahabatan yang merupakan salah satu cara untuk membangkitkan
semangat belajar bagi anak-anak didik dan menimbulkan rasa cinta mereka
kepada pendidiknya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara, misalnya
menyertai mereka saat pergi ke masjid, pulang sekolah dan kesempatan
lainnya.
<(:—ooo.RochMad.ooo—:)>
“Apabila
manusia mati maka terputuslah amalannya, kecuali dari tiga perkara,
yaitu sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shalih yang
menco’akannya.”
(HR. Muslim dari Abu Hurairah r.a.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar