Jumat, 09 November 2012

5 Pekerjaan Akuntansi Keuangan Bergaji Bagus Untuk Fresh Graduate

5 Pekerjaan Akuntansi Keuangan (Dengan Gaji bagus) Untuk Fresh Graduate

Berdasarkan pengalaman pribadi, sejauh ini, saya menemukan ada  5 posisi yang paling cocok untuk fresh graduate dan bergaji lumayan bagus, yiatu:
1. Financial Analyst – Posisi financial analyst bisa dibutuhkan oleh perorangan atau institusi (badan usaha)—tentunya yang profit-oriented.
  • Pekerjaan: tugas pokok seorang financial analyst adalah menterjemahkan informasi (baca: data) keuangan untuk dijadikan dasar pertimbangan dalam pengambilan-keputusan bisnis, terutama sekali untuk kepentingan strategi ke depan, termasuk investasi.
  • Kisaran Gaji: kisaran gaji seorang financial analyst, di tahun-tahun pertama, antara 5 hingga 10 juta per bulan.
  • Pendidikan Yang Diperlukan: pendidikan terakhir seorang financial analyst biasanya Strata 1 Akuntansi atau Manajemen Keuangan. Pendalaman profesi ini bisa dilakukan dengan menempuh program khusus financial analyst bersertifikat, dengan gelar Certified Financial Analyst (CFA).
  • Prospek Karir: karir seorang financial analyst berkembang seiring dengan pertumbuhan binis perusahaan/individual dimana atau untuk siapa dia bekerja. Tentu saja, kemajuan karir seorang financial analyst ditentukan oleh seberapa mumpuni dan jitu analisa yang dia hasilkan (sehingga seberapa akurat output analisa yang dihasilkan untuk dijadikan input pengambilan-keputusan). Dan, ketajaman daya analisa seorang analyst ditentukan oleh pengalaman dan kemampuan masing-masing individu analyst itu sendiri. Di Indonesia, financial analyst banyak menangani perusahaan sekuritas yang mengelola portfolio investasi para kliennya, atau menggeluti profesi sebagai seorang pialang saham mandiri. Memegang CFA sangat membantu dalam meniti karir analyst. Klien tentu akan lebih yakin jika dipegang oleh seorang CFA dibandingkan yang tidak.
2. Accountant – Entah itu bekerja untuk perusahaan jasa akuntan publik (KAP) atau menjadi seorang akuntan untuk bidang industri tertentu (pabrik, rumah sakit, hotel, retailer, auto dealer, oil company, dll), posisi akuntan selalu cocok untuk fresh graduate. Hanya saja, untuk perusahaan-perusahaa besar, posisi ini biasanya banyak diisi oleh mereka-mereka yang telah berpengalaman. Sementara untuk perusahaan kecil dan menengah, fresh graduate BISA mengisi posisi akuntan, sepanjang memiliki kemampuan teknis akuntansi yang cukup.
  • Pekerjaan: saya tidak merasa perlu untuk merinci pekerjaan seorang akuntan, pada dasarnya pekerjaan seorang akuntan dimanapun itu (baik di jasa KAP atau di industri lain) tidak jauh-jauh dari penyusunan laporan keuangan.
  • Kisaran Gaji: gaji seorang akuntan di tahun-tahun pertama berkisar antara 5 hingga 10 juta per bulan.
  • Pendidikan Yang Diperlukan: saya tahu, di Indonesia, yang disebut akuntan biasanya hanya mereka yang bersertifikat. Secara internasional, seorang akuntan TIDAK MESTI bersertifikat, yang penting sudah lulus Strata 1 Akuntansi. Tentu, menjadi akuntan berserifikat—baik itu Certified Management Accountant (CMA) atau Certified Public Accountant (CPA) dapat membuat karir menjadi lebih bersinar (dengan gaji yang lebih tinggi pastinya). Pun demikian, mengambil program pendalaman profesi akuntan (PPAk) dan mengikuti ujian serifikasi bisa dilakukan sambil bekerja.
  • Prospek Karir: Karir akuntan termasuk karir type ‘klasik’ yang tidak ada ‘matinya’. Seorang akuntan selalu dibutuhkan dalam kondisi apapun. Tentu saja, pertumbuhan ekonomi makro dan lingkungan bisnis yang stabil berpengaruh positive terhadap prospek karir akuntan. Seiring peningkatan pengalaman dan pendidikan (lihat di atas), karir seorang akuntan akan terus mengalami peningkatan, dari junior ke senior/management level, hingga eksekutif: Chief Financial Officer (CFO)—untuk bidang industri tertentu atau Managing Partner untuk perusahaan penyedia jasa akuntan publik. Akuntan yang memegang sertifikat (CMA atau CPA) biasanya bisa mencapai level manajemen dengan lebih cepat jika dibandingkan dengan mereka yang tidak. Untuk level eksekutif, disamping sertifikasi akuntan, juga perlu pendidikan minimal S2 Business School (MBA).
3. Accounts Payable/Receivable Clerk – Saya sering mendapat pertanyaan “apakah saya punya karir yang bagus jika cuma lulusan SMK jurusan Akuntansi (dahulu SMEA)?”. Jawaban saya: BISA.
  • Pekerjaan: pekerjaan utama seorang AP/AR Clerk adalah menangani proses akuntansi utang/piutang saja (terutama input data dan persiapan bukti transaksi). Dan untuk pekerjaan ini, seorang lulusan SMK-pun sudah bisa melakukannya, tidak harus S1 Akuntansi.
  • Kisaran Gaji: gaji untuk posisi ini memang tidak sebagus Financial Analyst atau Accountan, tetapi sudah cukup lumayan. Untuk tahun-tahun pertama berkisar antara 3 hingga 5 juta per bulan.
  • Pendidikan Yang Diperlukan: posisi accounts payable/receivable clerk TIDAK SELALU harus lulusan S1. Pun demikian, untuk peningkatan karir, saya menyarakankan kepada mereka yang belum menyelesaikan pendidikan hingga S1 agar pintar-pintar berhemat, sehingga bisa menyisihkan uang untuk melanjutkan study (S1) kelas sore/malam hari. Sepanjang ada kemauan yang cukup kuat untuk belajar dan maju, saya yakin siapapun PASTI BISA.
  • Prospek Karir: Posisi accounts payable/receivable memang bukan posisi yang cukup menjanjikan untuk masa depan. Bisa dibilang, posisi ini memang hanya cocok untuk fresh graduate (tidak untuk mereka yang sudah cukup lama bekerja). AKAN TETAPI, posisi ini adalah yang paling mungkin/mudah untuk dicapai bahkan oleh mereka yang memiliki kemampuan yang pas-pasan. Tetapi seperti sudah saya sampaikan di atas: agar karir tidak jalan di tempat, mereka yang belum menyelesaikan pendidikan S1 sebaiknya melanjutkan study. Keterbatasan pendidikan, mestinya, hanya bersifat sementara , sepanjang ada kemauan dan tekad yang kuat untuk terus belajar dan maju.
4. Auditor – Oke. Ini termasuk posisi yang paling diminati—terutama dikalangan anak akuntansi laki-laki. Ada 2 macam auditor, yaitu: (a) internal auditor—bekerja untuk suatu perusahaan di bidang industri tertentu; dan (b) external/independent auditor—bekerja untuk peusahaan penyedia jasa audit independent (kantor akuntan publik).
  • Pekerjaan: pada prinsipnya, kedua macam auditor ini memiliki typical pekerjaan yang serupa, yaitu: memastikan laporan keuangan perusahaan sesuai dengan standar akuntansi yang ada (istilah auditingnya “tidak mengandung material misstatement”, entah itu yang disebabkan oleh fraud (penggelapan) atau erroneous (kesalahan yang tidak disengaja). Yang berbeda adalah hasil akhir auditnya. Auditor eksternal (independent) memberikan opini atas laporan keuangan perusahaan (apakah wajar atu tidak). Sedangkan auditor internal lebih banyak memberikan saran perbaikan kepada pihak manajemen, sehubungan dengan tingkat kepatuhan operasional perusahaan terhadap sistim pengendalian intern-nya, terhadap berbagai regulasi (Bappepam dan Pajak), termasuk terhadap konsep Good Corporate Governance.
  • Kisaran gaji: dilihat dari segi gaji, untuk tahun-tahun pertama, internal auditor biasanya memperoleh gaji yang lebih bagus dibandingkan external (independent) auditor yang bekerja di KAP. Gaji internal auditor di perusahaan berskala besar, di tahun-tahun pertama, berkisar antara 7 hingga 10 juta/bulan. Auditor eksternal (di KAP) berkisar antara 5 hingga 7 juta/bulan.
  • Pendidikan Yang Diperlukan: Sebagai permulaan karir, pendidikan terakhir yang diperlukan untuk kedua jenis auditor ini adalah S1 akuntansi. Untuk peningkatan karir, kedua jenis auditor ini sama-sama bisa mengambil program pendalaman profesi akuntan (PPAk) dan mengikuti ujian Certified Public Accountant dan atau Certified Internal Auditor. Setelah memegang sertifikat profesi auditor (entah itu CIA atau CPA), gaji seorang auditor biasanya meningkat dengan angka yang cukup signifikan. Dalam level ini auditor external auditor biasanya memperoleh gaji yang lebih besar dibandingkan internal auditor.
  • Prospek Karir: tak jauh berbeda dengan accountant, prospek karir auditor juga selalu bagus dalam kondisi apapun. Namun demikian, posisi external auditor memiliki prospek karir yang cenderung lebih bagus dibandingkan dengan internal auditor.
5. Credit Analyst – Di Indonesia, posisi/jabatan credit analyst belum cukup populer, jika dibandingkan dengan yang lainnya. Di lingkungan universitas, kecuali di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, posisi ini tidak banyak dibicarakan. Yang banyak dikenal adalah “pegawai bagian kredit”.
  • Pekerjaan: Seorang credit analyst biasanya dibutuhkan oleh institusi keuangan—baik itu industri perbankan atau pembiayaan (finance), untuk mengukur (menganalisa) kemampuan calon pencari kredit dalam membayar pokok dan bunga cicilan kreditnya.
  • Kisaran Gaji: Di tahun-tahun pertama, baik credit analyst untuk bank atau perusahaan finance, sama-sama memperoleh gaji yang lumayan bagus, berkisar antara 5 hingga 7 juta per bulan.
  • Pendidikan Yang Dibutuhkan: pendidikan yang dibutuhkan untuk mengisi posisi credit analyst bisanya cenderung ke S1 Akuntansi (untuk di Indonesia), meskipun S1 Manajemen dengan konsentrasi keuangan juga bisa.
  • Prospek Karir: Semakin meningkatnya daya beli masyarakat (dan trend konsumerisme yang belum ada tanda-tanda penurunan), membuat bisnis pembiyaan (finance) semakin berkibar. Sehingga secara tidak langsung posisi credit analyst kian dibutuhkan di masa-masa yang akan datang. Management level yang bisa dicapai oleh seorang credit analyst adalah Risk Manager, di bawah seorang Treasurer dan CFO tentunya.
Nah, itu dia 5 pekerjaan akuntansi keuangan, yang menurut saya, bergaji lumayan bagus untuk fresh graduate.
Seperti telah saya sampaikan di awal tulisan, ini adalah hasil pengalaman dan pengetahuan saya pribadi—bukan hasil survey atau penelitian. Pada kenyataannya, besaran gaji jenis pekerjaan apapun (di bidang apapun)—termasuk akuntansi keuangan, bersifat relative—tidak bisa dipukul-rata.
Setahu saya, ada begitu banyak variable yang mempengaruhi besaran gaji suatu posisi (jabatan) dan profesi. Mulai dari skala perusahaan di mana bekerja, jenis/bidang usaha, pendidikan dan skill (hard & soft) masing-masing individu, pengalaman kerja masing-masing individu, hingga kebutuhan hidup dasar rata-rata dimana perusahaan berada.
Oleh sebab itu, saya ingin sumbang-saran untuk adik-adik yang baru saja lulus (atau akan lulus), bahwa: menghimpun informasi tentang gaji suatu posisi dan pekerjaan, memang penting—sebagai bagian dari career planning. Tetapi, sebelum berpikir kesana, sebaiknya fokuslah pada kualifikasi (pendidikan dan skill) yang dibutuhkan untuk posisi/pekerjaan yang diinginkan. Urusan gaji, sifatnya sangat relative.
Bahkan di fase saya sekarang ini, saya sampai berpikir bahwa:
Tak masalah apapun profesi dan pekerjaan yang dijalankan saat ini, sepanjang dilakukan dengan penuh rasa suka dan cinta. Profesi dan pekerjaan yang dijalankan dengan penuh rasa suka dan cinta, disamping tidak melelahkan juga menghasilkan output yang jauh lebih baik (dalam kuantitas dan kualitas)—jika dibandingkan dengan pekerjaan yang dilakukan dengan hati dan pikiran yang menanggung beban berat. Urusan uang, nanti akan datang dengan sendirinya, sejumlah YANG PANTAS kita terima—sesuai dengan besarnya upaya  yang kita lakukan dan kontribusi yang kita hasilkan. Bukan yang lainnya.

Senin, 16 April 2012

Izinkan Aku MencintaiMu Semampuku

Tuhanku,
Aku masih ingat, saat pertama dulu aku belajar mencintaiMu…
Lembar demi lembar kitab kupelajari…
Untai demi untai kata para ustadz kuresapi…
Tentang cinta para nabi
Tentang kasih para sahabat
Tentang mahabbah para sufi
Tentang kerinduan para syuhada

Lalu kutanam di jiwa dalam-dalam
Kutumbuhkan dalam mimpi-mimpi dan idealisme yang mengawang di awan…

Tapi Rabbii,
Berbilang detik, menit, jam, hari, pekan, bulan dan kemudian tahun
berlalu…
Aku berusaha mencintaiMu dengan cinta yang paling utama, tapi…
Aku masih juga tak menemukan cinta tertinggi untukMu…
Aku makin merasakan gelisahku membadai…
Dalam cita yang mengawang
Sedang kakiku mengambang, tiada menjejak bumi…
Hingga aku terhempas dalam jurang
Dan kegelapan…


Wahai Ilahi,
Kemudian berbilang detik, menit, jam, hari, pekan, bulan dan tahun
berlalu…
Aku mencoba merangkak, menggapai permukaan bumi dan menegakkan jiwaku
kembali
Menatap, memohon dan menghibaMu:
Allahu Rahiim, Ilaahi Rabbii,
Perkenankanlah aku mencintaiMu,
Semampuku
Allahu Rahmaan, Ilaahi Rabii
Perkenankanlah aku mencintaiMu
Sebisaku
Dengan segala kelemahanku

Ilaahi,
Aku tak sanggup mencintaiMu
Dengan kesabaran menanggung derita
Umpama Nabi Ayyub, Musa, Isa hingga Al musthafa
Karena itu izinkan aku mencintaiMu
Melalui keluh kesah pengaduanku padaMu
Atas derita batin dan jasadku
Atas sakit dan ketakutanku

Rabbii,
Aku tak sanggup mencintaiMu seperti Abu bakar, yang menyedekahkan
seluruh hartanya dan hanya meninggalkan Engkau dan RasulMu bagi diri dan
keluarga. Atau layaknya Umar yang menyerahkan separo harta demi jihad.
Atau Utsman yang menyerahkan 1000 ekor kuda untuk syiarkan dienMu. Izinkan
aku mencintaiMu, melalui seratus-dua ratus perak yang terulur pada
tangan-tangan kecil di perempatan jalan, pada wanita-wanita tua yang
menadahkan tangan di pojok-pojok jembatan. Pada makanan–makanan sederhana
yang terkirim ke handai taulan.

Ilaahi, aku tak sanggup mencintaiMu dengan khusyuknya shalat salah
seorang shahabat NabiMu hingga tiada terasa anak panah musuh terhunjam di
kakinya. Karena itu Ya Allah, perkenankanlah aku tertatih menggapai
cintaMu, dalam shalat yang coba kudirikan terbata-bata, meski ingatan
kadang melayang ke berbagai permasalahan dunia.

Robbii, aku tak dapat beribadah ala para sufi dan rahib, yang
membaktikan seluruh malamnya untuk bercinta denganMu. Maka izinkanlah aku untuk
mencintaimu dalam satu-dua rekaat lailku. Dalam satu dua sunnah
nafilahMu. Dalam desah napas kepasrahan tidurku.

Yaa, Maha Rahmaan,
Aku tak sanggup mencintaiMu bagai para al hafidz dan hafidzah, yang
menuntaskan kalamMu dalam satu putaran malam. Perkenankanlah aku
mencintaiMu, melalui selembar dua lembar tilawah harianku. Lewat lantunan seayat
dua ayat hafalanku.

Yaa Rahiim
Aku tak sanggup mencintaiMu semisal Sumayyah, yang mempersembahkan jiwa
demi tegaknya DienMu. Seandai para syuhada, yang menjual dirinya dalam
jihadnya bagiMu. Maka perkenankanlah aku mencintaiMu dengan
mempersembahkan sedikit bakti dan pengorbanan untuk dakwahMu. Maka izinkanlah aku
mencintaiMu dengan sedikit pengajaran bagi tumbuhnya generasi baru.

Allahu Kariim, aku tak sanggup mencintaiMu di atas segalanya, bagai
Ibrahim yang rela tinggalkan putra dan zaujahnya, dan patuh mengorbankan
pemuda biji matanya. Maka izinkanlah aku mencintaiMu di dalam segalanya.
Izinkan aku mencintaiMu dengan mencintai keluargaku, dengan mencintai
sahabat-sahabatku, dengan mencintai manusia dan alam semesta.

Allaahu Rahmaanurrahiim, Ilaahi Rabbii
Perkenankanlah aku mencintaiMu semampuku. Agar cinta itu mengalun dalam
jiwa. Agar cinta ini mengalir di sepanjang nadiku.

Kamis, 05 April 2012

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

A. Latar Belakang
Kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan utama dalam proses pendidikan pada umumnya yang bertujuan membawa anak didik atau siswa menuju pada keadaan yang lebih baik. Keberhasilan suatu proses pembelajaran dari ketercapaian siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keberhasilan yang dimaksud dapat diamati dari dua sisi yaitu dari tingkat pemahaman dan penguasaan materi yang diberikan oleh guru (Sudjana, 2001).
Salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan belajar siswa, yaitu dengan menggunakan pembelajaran aktif di mana siswa melakukan sebagian besar pekerjaan yang harus dilakukan. Siswa menggunakan otak untuk melakukan pekerjaannya, mengeluarkan gagasan, memecahkan masalah dan dapat menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan, mendukung dan menarik hati dalam belajar untuk mempelajari sesuatu dengan baik. Belajar aktif membantu untuk mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentang pelajaran tertentu dan mendiskusikannya dengan yang lain. Dalam belajar aktif yang paling penting bagi siswa perlu memecahkan masalah sendiri, menemukan contoh-contoh, mencoba keterampilan-keterampilan dan mengerjakan tugas-tugas yang tergantung pada pengetahuan yang telah mereka miliki atau yang akan dicapai (Silberman, 2001).
Dalam melaksanakan proses belajar mengajar diperlukan langkah-langkah sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hal yang harus dilakukan dengan menggunakan metode yang cocok dengan kondisi siswa agar siswa dapat berpikir kritis, logis, dan dapat memecahkan masalah dengan sikap terbuka, kreatif, dan inovatif. Dalam pembelajaran dikenal berbagai model pembelajaran salah satunya adalah pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Sebagian guru berpikir bahwa mereka sudah menerapkan cooperative learning tiap kali menyuruh siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil. Tetapi guru belum memperhatikan adanya aktivitas kelas yang terstruktur sehingga peran setiap anggota kelompok belum terlihat.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah antara lain adalah : 1) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi; 2) Memperbaiki kehadiran; 3) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar; 4) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil; 5) Konflik antara pribadi berkurang; 6) Pemahaman yang lebih mendalam; 7) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi; 8) Hasil belajar lebih tinggi (Ibrahim, 2000).
Numbered Heads Together pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok. Ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa, cara ini juga merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
B. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
1. Pengertian Belajar
Sebagian besar ahli berpendapat bahwa belajar adalah merupakan proses perubahan, dimana perubahan tersebut merupakan hasil dari pengalaman. Dengan perkembangan teknologi informasi, belajar tidak hanya diartikan sebagai suatu tindakan terpisah dari kehidupan manusia. Banyak ilmuwan yang mengatakan belajar menurut sudut pandang mereka.
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dari segala sesuatu yang diperkirakan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Oleh karena itu dengan menguasai prinsip-prinsip dasar tentang belajar, seseorang mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis.
Menurut Slameto (1995:2) belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Selanjutnya Winkel (1996:53) belajar adalah “suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstant.” Kemudian Hamalik (1983:28) mendefinisikan belajar adalah “suatu pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.”
Berdasarkan definisi-definisi tersebut batasan-batasan belajar dapat disimpulkan sebagai berikut.
  • Suatu aktivitas atau usaha yang disengaja
  • Aktivitas tersebut menghasilkan perubahan, berupa sesuatu yang baru baik yang segera nampak atau tersembunyi tetapi juga hanya berupa penyempurnaan terhadap sesuatu yang pernah dipelajari.
  • Perubahan-perubahan itu meliputi perubahan keterampilan jasmani, kecepatan perseptual, isi ingatan, abilitas berpikir, sikap terhadap nilai-nilai dan inhibisi serta lain-lain fungsi jiwa (perubahan yang berkenaan dengan aspek psikis dan fisik).
  • Perubahan tersebut relatif bersifat konstan.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Kingsley (Sudjana, 2001: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu : (a) keterampilan dan kebiasaan; (b) pengetahuan dan pengertian; (c) sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.
Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut:
a. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia.
Faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis antara lain usia, kematangan dan kesehatan, sedangkan faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar.
b. Faktor yang bersumber dari luar manusia.
Faktor ini diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.
Taksonomi Bloom membagi hasil belajar atas tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif berhubungan dengan berpikir, ranah afektif berhubungan dengan kemampuan perasaan, sikap dan kepribadian, sedangkan ranah psikomotor berhubungan dengan persoalan keterampilan motorik yang dikendalikan oleh kematangan psikologis (Hasan et all, 1991:23-27).
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Arends (1997) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Ibrahim et al, 2000:2).
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengoganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar (Trianto, 2007:7). Merujuk pada definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran memberikan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik. Beberapa macam model pembelajaran yang sering digunakan guru dalam mengajar yaitu: pengajaran langsung (direct instruction), pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah (problem base instruction), dan diskusi.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang belajar dalam kondisi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together
Numbered Head Together (NHT) merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Kagen (1993) untuk melibatkan banyak siswa dalam memperoleh materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran (Ibrahim at all, 2000:28).
Numbered Heads Together adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006).
Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa belajar saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Ada struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang tujuannnya untuk mengajarkan keterampilan sosial (Ibrahim at all, 2000:25). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008).
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
a. Hasil belajar akademik stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
b. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya
Numbered Head Together dikembangkan oleh Spencer Kagen dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat langkah sebagai berikut:
  • Langkah 1, penomoran (numbering): guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor, sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang berbeda,
  • Langkah 2, pengajuan pertanyaan: guru mengajukan suatu pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum,
  • Langkah 3, berpikir bersama (Head Together): para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut,
  • Langkah 4, pemberian jawaban: guru menyebutkan suatu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas (Ibrahim et all, 2000: 28).
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
b. Memperbaiki kehadiran
c. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
d. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
e. Konflik antara pribadi berkurang
f. Pemahaman yang lebih mendalam
g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
h. Hasil belajar lebih tinggi
Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagaimana dijelaskan oleh Hill (1993) dalam Tryana (2008) bahwa model NHT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mampu memperdalam pamahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu siswa, meningkatkan rasa percaya diri siwa, mengembangkan rasa saling memiliki, serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
C. Penutup
Dalam pembelajaran aktif siswa dipandang sebagai subyek bukan obyek dan belajar lebih dipentingkan daripada mengajar. Disamping itu siswa ikut berpartisipasi ikut mencoba dan melakukan sendiri yang sedang dipelajari. Sedangkan dalam pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran aktif, fungsi guru adalah menciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan siswa berkembang secara optimal.
Penerapan model pembelajaran kooperatif NHT dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, sehingga hasil belajar siswa akan lebih baik karena siswa yang senantiasa menyelesaikan soal-soal latihan akan dapat menguasai materi pelajaran yang diberikan oleh guru secara baik.
Kepustakaan:
Ani,Tri C. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT UNNES Press.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, O. 1983. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasan. 1991. Evaluasi Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Herdian. 2009. Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together), (Online), http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together/. Diakses tanggal 24 Nopember 2011.
Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : University Press.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik Konsep, Landasan Teoritik Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Tugas dan Tanggung Jawab Guru

Guru bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah dengan tugas utama melaksanakan kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien. Tugas dan tanggung jawab seorang guru meliputi :
  1. Membuat perangkat pembelajaran, meliputi Silabus, Program Tahunan dan Program Semester, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, LKS
  2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran
  3. Melaksanakan kegiatan penilaian proses belajar; ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan semester, ulangan kenaikan kelas, ujian akhir sekolah.
  4. Melaksanakan analisis hasil ulangan harian
  5. Menyusun dan melaksanakan program remedi dan pengayaan
  6. Mengisi daftar nilai siswa
  7. Melaksanakan kegiatan membimbing (pengimbasan pengetahuan) kepada guru lain dalam proses kegiatan belajar mengajar
  8. Membuat alat peraga/media pembelajaran
  9. Menumbuhkembangkan sikap menghargai karya seni
  10. Mengikuti kegiatan pengembangan dan pemasyarakatan kurikulum
  11. Melaksanakan tugas tertentu di sekolah
  12. Mengadakan pengembangan program pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya
  13. Membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar siswa
  14. Mengisi dan meneliti daftar hadir siswa sebelum memulai pembelajaran
  15. Mengatur kebersihan ruang kelas dan ruang praktikum
  16. Mengumpulkan dan menghitung angka kredit untuk kenaikan pangkatnya.

METODE PEMBELAJARAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Pendahuluan
Dalam kegiatan pembelajaran ada dua kata yang populer digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu didaktik dan metodik. Didaktik adalah ilmu mengajar yang didasarkan atas prinsip kegiatan penyampaian bahan pelajaran sehingga bahan pelajaran itu dimiliki oleh anak didik.
Agar anak didik itu dapat mengetahui pelajarannya, maka seorang guru diharapkan mengajukan bahan pelajaran itu dengan baik, yakni apakah penyajian itu dapat menarik minat, motivasi atau mengaktifkan anak didik atau tidak? Oleh karena itu, kegiatan ini bertujuan hendak mempengaruhi anak didik, itulah sasaran utama didaktik.
Untuk menciptakan proses belajar bagi siswa, maka diperlukan adanya pendekatan atau metode. Pertama ekspositori, metode mengajar yang biasa digunakan dalam pengajaran ekspositori adalah metode ceramah dan demonstrasi. Kedua, pembelajaran dengan mengaktifkan siswa. Dalam metode ini siswa lebih banyak aktif, namun tidak berarti guru tinggal diam. Guru memberikan petunjuk, mengarahkan anak didik tentang apa yang harus dilakukan. Metode yang banyak digunakan dalam pembelajaran siswa aktif sebagai berikut:
1)  Tanya jawab
2)  Diskusi
3)  Pengamatan dan percobaan
4)  Pemecahan masalah
5)  Pemberian tugas.
B. Metode Pembelajaran dalam Perpektif Islam
Dalam perspektif Islam, masih ditemukan lagi metode lain di samping yang telah disebutkan di atas. Metode belajar mengajar dalam perspektif Islam yang dimaksud adalah;
1. Metode Dialog Qur’āni dan Nabawi
Metode dialog qur’āni dan nabawi adalah metode pendidikan dengan cara berdiskusi sebagaimana yang digunakan oleh Alquran dan atau hadis-hadis nabi. Metode ini, disebut pula metode khiwār yang meliputi dialog khitābi dan ta’abbudi (bertanya dan lalu menjawab); dialog deksriftif dan dialog naratif (menggambarkan dan lalu mencermati); dialog argumentatif (berdiskusi lalu mengemukakan alasan kuat); dan dialog Nabawi (menanamkan rasa percaya diri, lalu beriman). Untuk yang terakhir ini, (dialog Nabawi) sering dipraktekkan oleh sahabat ketika mereka bertanya sesuatu kepada Nabi saw.
Dialog qur’āni-nabawi merupakan jembatan yang dapat menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain sehingga mempunyai dampak terhadap jiwa peserta didik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni;
a. permasalahan yang disajikan secara dinamis
b. peserta dialog tertarik untuk terus mengikuti jalannya percakapan itu
c. dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa
d. topik pembciraan yang disajikan secara realistis dan manusiawi
Dapat dirumuskan bahwa dialog qur’āni-nabawi adalah metode pendidikan Islam yang sangat efektif dalam upaya menanamkan iman pada diri seseorang, sehingga sikap dan perilakunya senantiasa terkontrol dengan baik.
2. Metode Kisah Qur’āni dan Nabawi
Metode kisah disebut pula metode “cerita” yakni cara mendidik dengan mengandalkan bahasa, baik lisan maupun tertulis dengan menyampaikan pesan dari sumber pokok sejarah Islam, yakni al-Qur’an dan Hadis.
Salah satu metode yang digunakan al-Qur’an untuk mengarahkan manusia ke arah yang dikehendakinya adalah dengan menggunakan cerita (kisah). Setiap kisah menunjang materi yang disajikan, baik kisah tersebut benar-benar terjadi maupun kisah simbolik.
Dalam al-Qur’an dijumpai banyak kisah, terutama yang berkenaan dengan misi kerasulan dan umat masa lampau. Muhammad Qutb berpendapat bahwa kisah-kisah yang ada dalam al-Qur’an dikategorikan ke dalam tiga bagian; pertama, kisah yang menunjukkan tempat, tokoh dan gambaran peristiwa; kedua, kisah yang menunjukkan peristiwa dan keadaan tertentu tanpa menyebut nama dan tempat kejadian; ketiga, kisah dalam bentuk dialog yang terkadang tidak disebutkan pelakunya dan dimana tempat kejadiannya.
Pentingnya metode kisah diterapkan dalam dunia pendidi-kan karena dengan metode ini, akan memberikan kekuatan psikologis kepada peserta didik, dalam artian bahwa; dengan mengemukakan kisah-kisah nabi  kepada peserta didik, mereka secara psikologis terdorong untuk menjadikan nabi-nabi tersebut sebagai uswah (suri tauladan).
Kisah-kisah dalam al-Qur’an dan hadis, secara umum bertujuan untuk memberikan pengajaran terutama kepada orang-orang yang mau menggunakan akalnya. Relevansi antara cerita (kisah) qur’āni dengan metode penyampaian cerita dalam lingkungan pendidikan ini sangat tinggi. Metode ini merupakan suatu bentuk teknik pnyampaian informasi dan instruksi yang amat bernilai, dan seorang pendidik harus dapat memanfaatkan potensi kisah bagi pembentukan sikap yang merupakan bagian esensial pendidikan qur’āni dan nabawi.
3. Metode Perumpamaan
Metode ini, disebut pula metode “amstāl” yakni cara mendidik dengan memberikan perumpamaan, sehingga mudah memahami suatu konsep. Perumpamaan yang diungkapkan al-Qur’an memiliki tujuan psikologi edukatif, yang ditunjukkan oleh kedalaman makna dan ketinggian maksudnya.
Dampak edukatif dari perumpamaan al-Qur’an dan Nabawi di antaranya :
  • Memberikan kemudahan dalam memahami suatu konsep yang abstrak, ini terjadi karena perumpamaan itu mengambil benda sebagai contoh konkrit dalam al-Qur’an.
  • Mepengaruhi emosi yang sejalan dengan konsep yang diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka perasaan ketuhanan.
  • Membina akal untuk terbiasa berpikir secara valid pada analogis melalui penyebutan premis-premis.
  • Mampu menciptakan motivasi yang menggerakkan aspek emosi dan mental manusia.
4. Metode Keteladanan
Metode ini, disebut pula metode “meniru” yakni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak didik.
Dalam al-Qur’an, kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang berarti teladan yang baik. Metode keteladanan adalah suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladanan yang baik kepada anak didik agar ditiru dan dilaksanakan. Dengan demikian metode keteladanan ini bertujuan untuk menciptakan akhlak al-mahmudah kepada peserta didik.
Acuan dasar dalam berakhlak al-mahmudah atau al-karimah adalah Rasulullah dan para Nabi lainnya yang merupakan suri tauladan bagi umatnya. Seorang pendidik dalam berinteraksi dengan anak didiknya akan menimbulkan respon tertentu baik positif maupun respon negatif, seorang pendidik sama sekali tidak boleh bersikap otoriter, terlebih memaksa anak didik dengan cara-cara yang dapat merusak fitrahnya.  
Nilai edukatif keteladanan dalam dunia pendidikan adalah metode influitif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan sosial anak didik. Keteladanan itu ada dua macam, yaitu:
a. Sengaja berbuat untuk secara sadar ditiru oleh si terdidik.
b. Berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang akan ditanamkan pada terdidik sehingga tanpa sengaja menjadi teladan bagi terdidik.
5. Metode Ibrah dan Mau’izhah
Metode ini, disebut pula metode “nasehat” yakni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan motivasi. Metode ibrah dan atau mau’izhah (nasehat) sangat efektif dalam pembentukan keimanan, mempersiapkan moral, spiritual dan sosial anak didik. Nasehat dapat membukakan mata anak didik terhadap hakekat sesuatu, serta memotivasinya untuk bersikap luhur, berakhlak mulia dan membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.
Menurut al-Qur’an, metode nasehat hanya diberikan kepada mereka yang melanggar peraturan dalam arti ketika suatu kebenaran telah sampai kepadanya, mereka seolah-olah tidak mau tahu kebenaran tersebut terlebih melaksanakannya. Pernyataan ini menunjukkan adanya dasar psikologis yang kuat, karena orang pada umumnya kurang senang dinasehati, terlebih jika ditujukan kepada pribadi tertentu.
6. Metode Targhib dan Tarhib
Metode ini, disebut pula metode “ancaman” dan atau “intimidasi” yakni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan hukuman atas kesalahan yang dilakukan peserta didik.
Istilah targib dan tarhib dan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah berarti ancaman atau intimidasi melalui hukuman yang disebabkan oleh suatu dosa kepada Allah dan rasul-Nya. Jadi, ia juga dapat diartikan sebagai ancaman Allah melalui penonjolan salah satu sifat keagungan dan kekuatan Ilahiah agar mereka (peserta didik) teringat untuk tidak melakukan kesalahan.
Ada beberapa kelebihan yang paling penting berkenaan dengan metode targib dan tarhib ini, antara lain :
  • Targib dan tarhib bertumpu pada pemberian kepuasan dan argumentasi.
  • Targib dan tarhib disertai gambaran keindahan surga yang menakjubkan atau pembebasan azab neraka.
  • Targib dan tarhib Islami bertumpu pada pengobatan emosi dan pembinaan afeksi ketuhanan.
  • Targib dan tarhib bertumpu pada pengontrolan emosi dan keseimbangan antara keduanya.
C. Penutup
Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, dengan tujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, sehingga dengan ilmu itu diharapkan ada perubahan dalam diri seseorang, baik perubahan berpikir, bersikap maupun berinteraksi atau berbuat. Sedangkan mengajar adalah usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar itu secara optimal.
Tujuan utama diterapkannya metode belajar mengajar adalah untuk menumbuhkembangkan daya kognitif, psikomotor dan afektif. Agar tujuan ini tercapai, maka guru harus terampil menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik anak didik yang dihadapinya.
Kepustakaan:
Daradjat, Zakiah, 1995. Metodik Khusus Pengajaran Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Suardi, Edi, 1966. Pedagogik II. Bandung ; Angkasa.
Syaodih S., R. Ibrahim Nana, 1996. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Qutb, Muhammad, 1977. Manhaj al-Tarbiyyah al-Islamiyyah. Mesir: Maktab al-Kutub al-Ilmiyah.
Ramayulis, 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

SAHABAT JADI CINTA...

Risiko terburuk dari mencintai sahabat adalah kehilangan sahabat secara utuh. akan kehilangan dirinya sebagai sahabat dan sekaligus tak pernah mendapatkannya sebagai kekasih. Kalau pun pada akhirnya dia jadi kekasih, tidak tertutup kemungkinan hubungan bubar dan akan kehilangan dia. Dalam keadaan rapuh,orang cenderung gampang jatuh cinta,padahal itu hanya luapan emosi semata. Jadi,yakinkan perasaan Anda apakah yang Anda rasakan benar-benar cinta atau emosi sesaat saja.

 --- Ciri-ciri sahabat jadi cinta --

■ bahwa perasaan kita berubah dimana kita merasa aman dan nyaman bila berada disisinya


■ kita jadi take care sama dia


■ merasa tak sabar bila harus menunggu kalau sehari dia tak muncul


■ kalau sedang berbicara dengan dia maka kata2 kita banyak yg kelu


■ ingatan sering tertuju kepadanya


■ Seneng kalau dapat sms atau tlpn dari dia
 


--- TIPS ---

● bagaimana caranya supaya perasaan itu tidak ada?

perasaan cinta itu memang datang tak dijemput, pulang tak diantar.. bisa datang kapan saja, bila tak ingin
bermain2 dengan perasaan cinta eros,maka janganlah menaruh ekspektasi apapun dari sahabat anda. give,don't expect the return. namun bagaimanapun,tak usah menolak datangnya cinta, karena cinta yg tulus itu bersifat konstruktif, bukannya sebaliknya....

● apakah dia orang yang tepat di cintai?

tak ada yg tahu apakah 'dia' atau 'dia' yang tepat untuk dicintai, namun sekali lagi waktu dan kasih yang akan mengujinya...
apapun itu selalu ada resiko kegagalan, namun hubungan tidak halnya seperti membeli kucingdalam karung,
seharusnya kita bisa menilai sesedikit dari stage penjajakan pada pasangan kita.
bagaimana jika mencintai sahabat sendiri?
no problem to me at all... coz I like it.....

PERKEMBANGAN FILSAFAT ISLAM

A. Latar Belakang
Pada awalnya filsafat disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science) sebab filsafat seakan-akan mampu menjawab pertanyaan tentang segala sesuatu dan segala hal, baik yang berhubungan dengan alam semesta, maupun manusia dengan segala problematika dan kehidupannya. Namun seiring dengan perubahan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan berbagai disiplin ilmu baru dengan masing-masing spesialisasinya, filsafat seakan-akan telah berubah fungsi dan perannya.
Dewasa ini, peran dan fungsi filsafat mengalami perkembangan dalam posisi approach (pendekatan). Filsafat, dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis, universal, dan radikal, yang mengupas sesuatu secara mendalam ternyata sangat relevan dengan problematika hidup dan kehidupan manusia serta mampu menjadi perekat kembali antara berbagai macam disiplin ilmu yang terpisah kaitannya satu sama lain.
Dengan demikian, dengan menggunakan analisa filsafat, berbagai macam ilmu yang berkembang sekarang ini, akan menemukan kembali relevansinya dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan hidup manusia.
Filsafat pendidikan telah mengalami perubahan dan kemajuan yang cukup besar. Dulu filosof sebagai penguasa tunggal berwenang dalam merumuskan suatu filsafat tentang pendidikan yang sistematis sebagaimana idealisme, realisme, dan pragmatisme untuk menyimpulkan prinsip-prinsip umum filosofis tentang tujuan pendidikan. Namun sekarang hal itu tidak dapat dilakukan secara sepihak, sebab telah terdapat keragaman keahlian yang dimiliki masyarakat, ini berarti harus ada koherensi antara filosof dan perkembangan pemikiran dan kebutuhan masyarakat.
B. Periodisasi Perkembangan Filisafat Islam
Jalaluddin dan Usman Said dalam bukunya Filsafat Pendidkan Islam Konsep dan Perkembangan mengemukakan perkembangan periodisasi filsafat pendidikan Islam sebagai berikut:
1. Periode awal perkembangan Islam
Pemikiran mengenai filsafat pendidikan pada periode awal ini merupakan perwujudan dari kandungan ayat-ayat al-Qur’an dan al-hadis, yang keseluruhannya membentuk kerangka umum ideologi Islam. Dengan kata lain, bahwa pemikiran pendidikan Islam dilihat dari segi al-Qur’an dan hadis, tidaklah muncul sebagai pemikiran yang terputus, terlepas hubungannya dengan masyarakat seperti yang digambarkan oleh Islam. Pemikiran itu berada dalam kerangka paradigma umum bagi masyarakat seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Dengan demikian pemikiran mengenai pendidikan yang dilihat dalam al-Qur’an dan hadis mendapatkan nilai ilmiahnya.
Pada periode kehidupan Rasulullah saw. ini tampaknya mulai terbentuk pemikiran pendidikan yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits secara murni. Jadi hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan berbentuk pelaksanaan ajaran al-Qur’an yang diteladani oleh masyarakat dari sikap dan prilaku hidup Nabi Muhammad saw.
2. Periode klasik
Periode klasik mencakup rentang masa pasca pemerintahan khulafa’ al-Rasyidun hingga awal masa imperialis Barat. Rentang waktu tersebut meliputi awal kekuasaan Bani Ummayah zaman keemasan Islam dan kemunduran kekuasaan Islam secara politis hingga awal abad ke-19.
Walaupun pembagian ini bersifat tentative, namun terdapat beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar pembagian itu. Pertama, sistem pemerintahan; kedua, luas wilayah kekuasaan; ketiga, kemajuan-kemajuan yang dicapai; dan keempat, hubungan antar negara.
Dari dasar pertimbangan tersebut, maka diketahui bahwa di awal periode klasik terlihat munculnya sejumlah pemikiran mengenai pendidikan. Pemikiran mengenai pendidikan tersebut tampak disesuaikan dengan kepentingan dan tempat serta waktu. Beberapa karya ilmuan Muslim pada periode klasik yang karya-karyanya secara langsung memuat pembahasan mengenai pendidikan yaitu:
Ibn Qutaibah (213-276 H), nama lengkapnya Abu Muhammad Abdullah Ibn Muslim Qutaibah al-Dainuri, keahliannya adalah bahasa Arab dan sejarah; karya yang terkenal : al-Ma’ani al-Kabirah, syakl al-Qur’an, Gharib al-Qur’an, Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits, Fadhl al-Arab, al-Syi’r wa al-Syu’ara; al-Ma’arif, al-Radd ‘ala al Jahimmiyah wa al-Musyibbihah, Imamah wa al-Siyasah, dan ‘Uyun al-Akhbar. Pemikirannya menyangkut tentang masalah pendidikan bagi kaum wanita, ilmu yang bermanfaat dan nilai-nilai bagi yang mengembangkannya.
Perkembangan filsafat pendidikan Islam pada periode klasik ini masih menyimpan tokoh-tokoh seperti ; Ibnu Masarrah (269-319) yang pemikirannya menyangkut tentang jiwa dan sifat-sifat manusia, Ibnu Maskawaih (330-421), pemikirannya tentang pentingnya pendidikan akhlak, Ibnu Sina (370-428), karya besarnya as-Syifa dan al-Qanun al-Tibb sebuah karya ensiklopedi kedokteran, dan Al-Gazali (450/1058-505/1111 M), karya besarnya sering menjadi acuan berbagai pandangan masyarakat dan sangat terkenal yaitu Ihya’ Ulum al-Din, menurutnya bahwa pendidikan yang baik adalah yang dapat mengantarkan manusia kepada keredaan Allah swt., yang tentunya selamat hidup dunia dan akhirat.
c. Periode Modern
Periode modern merujuk pada pembagian periodesasi sejarah Islam, yaitu menurut Harun Nasution, bahwa periode modern dimulai sejak tahun 1800 M. periode ini ditandai dengan dikuasainya Bani Abbas dan Bani Ummaiyah secara politik dan dilumpuhkan oleh imperialis Barat. Namun ada tiga kerajaan besar Islam yang masih memegang hegemoni kekuasaan Islam, yaitu Turki Usmani (Eropa Timur dan Asia-Afrika), kerajaan Safawi (Persia), dan kerajaan Mughol (India).
Beberapa pemikir pendidikan yang tersebar di sejumlah kekuasaan Islam tersebut sebagai tokoh yang ada kaitannya dengan perkembangan filsafat pendidikan Islam pada periode modern, seperti:
Muhammad Abduh (1849-1905), tokoh ini yang memulai membongkar kejumudan umat Islam dengan konsep rasionalitasnya, pemikirannya tentang pendidikan yang disebarkan melalui majalah al-Manar dan al-‘Urwat al-Wusqa menjadi rujukan bagi tokoh pembaharu di dunia Islam. Muhammad Rasyid Ridha meneruskan gagasannya melalui majalah al-Manar dan Tafsir al-Manar, Kasim Amin dengan bukunya Tahrir al-Mar’ah, Farid Wajdi dengan bukunya Dairat al-Ma’arif, Syeikh Thanthawi Jauhari melalui karangannya al-Taj al-Marshuh bi al-Jawahir al-Qur’an wa al-Ulum. Dan masih banyak lagi tokoh pembaharuan dalam Islam yang mendasarkan pola pikirnya merujuk konsep pemikiran Muhammad Abduh.
Isma’il Raj’i al-Faruqi (1921-1986), membidangi secara profesional bidang pengkajian Islam, pemikirannya tersebar di berbagai dunia Islam, dan karya pentingnnya; Cristian Ethics, An Historical Atlas of Religions of the World, Trialogue of Abrahamic Faith, dan The Cultural Atlas of Islam, pandangannya bahwa umat Islam sekarang berada dalam keadaan yang lemah, dan dualisme sistem pendidikan yang melahirkan kejumudan dan taqlid buta. Oleh sebab itu pendidikan harus dikembangkan ke arah yang lebih modern dan berorientasi katauhidan.
Puncak dari pemikiran filsafat pendidikan Islam periode modern terangkum dalam komperensi pendidikan Islam sedunia di Makkah tahun 1977 sebagai awal pencetusan konsep tentang penanganan pendidikan Islam. Selanjutnya di Islamabad (1980) menghasilkan pedoman tentang pembuatan pola kurikulum, di Dhakka (1981) menghasilkan tentang perkembangan buku teks, dan di Jakarta (1982) telah menghasilkan tentang metodologi pengajaran.
C. Penutup
Filsafat telah berkembang dan berubah fungsi dari induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan dan perekat berbagai macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainnya (interdisciplinary approach), dan lebih kental lagi bahwa filsafat sebagai alat analisis dalam memecahkan permasalahan filosofis dari dunia ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia (philosophical analysis)
Perkembangan filsafat pendidikan Islam terbagi dalam periode awal jaman permulaan Islam yang dibawa Rasul Muhammad saw., dan khulafa al-Rashidin, periode klasik yang dimulai dari pasca pemerintahan khulafa al-Rashidun sampai awal masa imperialisme Barat, rentang itu dapat pula dimulai dari awal kekuasaan Bani Ummayyah sampai pada kemuduran kekuasaan Islam secara politis hingga abad ke-19, dan periode modern dan perkembangan filsafat pendidikan Islam yang mencuat dalam sebuah konferensi pendidikan Islam sedunia.
Kepustakaan:
Arifin, H.M, 2000. Filsafat Pendidikan Islam.  Jakarta: Bumi Aksara.
Jalaluddin dan Usman Said, 1999. Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan. Jakarta: Rajawali Pers.
Langgulung, Hasan, 1995. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif.
Nasution, Hasan Bakti, 2001. Filsafat Umum. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Zar, Sirajuddin, 2004. Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: Rajawali Pers.
Zuhairini, dkk, 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Manusia dan Urgensi Ideologi

Manusia sangat memerlukan pemahaman tentang filsafat hidup dan tujuan penciptaan, karena bukan hanya dengannya ia akan berbuat dan berprilaku di dunia ini, melainkan akan menentukan kebahagiannya di alam akhirat nantinya. Namun sebagian pemikir yang semestinya menfokuskan pikiran-pikirannya untuk mengarahkan dan membantu umat manusia meraih tujuannya malah menjadi batu penghalang bagi kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki manusia.
Seringkali kita mendengar sebagian intelektual menyatakan bahwa dengan keberadaan krisis-krisis yang meliputi dunia sekarang ini tidak seharusnya kita habiskan waktu untuk menggali dan mengetahui filsafat penciptaan, manusia mestinya  memusatkan segenap pemikirannya dalam bidang ekonomi dan sosial untuk mencari solusi yang terbaik bagi permasalahan kehidupan ini.
Para pendukung gagasan ini lalai atas suatu hakikat bahwa jika manusia tidak mengenal substansi filsafat penciptaannya sendiri, maka sangat banyak problematika yang mustahil dapat terpecahkan. Selain dari itu, manusia dipaksa oleh hati nuraninya sendiri untuk memahami tujuan penciptaan dan filsafat kehidupannya, karena tanpa itu ia tidak dapat menjani kehidupan di alam ini secara sempurna dan bahagia.
Kita mengetahui bahwa apabila manusia tidak memahami filsafat penciptaannya, maka mustahil ia memiliki suatu ideologi. Walaupun tidak semua ideologi bisa digolongkan sebagai filsafat penciptaan. Oleh karena itu, dengan memperhatikan dua premis di bawah ini manusia seharusnya mengetahui dan menghayati filsafat penciptaan:
  1. Manusia niscaya memiliki ideologi dalam kehidupannya.
  2. Tidak semua ideologi yang identik dengan filsafat penciptaan.
Pengertian ideologi
Ideologi adalah segala hal yang diposisikan sebagai pusat kecenderungan, landasan segala prilaku, dan tujuan semua perbuatan manusia serta dapat memberikan solusi dan pemecahan terhadap apa yang berhubungan dengan tealitas kehidupan manusia.
Kecenderungan kepada ideologi terdapat dalam diri manusia, dan pada kesempatan ini tidak dibahas bahwa apakah kecenderungan ini merupakan kecenderungan esensial atau aksidental? Dalam hal ini, hanya diisyaratkan bahwa kecenderungan ideologis hanya ditemukan dalam diri manusia dan binatang karena tidak memiliki kehendak dan pengetahuan tidak mempunyai kecenderungan seperti ini.
Ideologi adalah landasan gerak dan perbuatan manusia, dengan ungkapan lain ideologi merupakan bentuk pilihan dan puncak tujuan manusia. Setiap manusia akan menjalin komunikasi dan hubungan sosial kemasyarakatan berdasarkan landasan ideologi yang dianutnya. Kecenderungan kepada ideologi dari dimensi ini merupakan hal yang penting karena manusia akan berusaha dan terus bersabar atas segala penderitaan dan kesulitan yang dihadapinya untuk sampai pada tujuan dan cita-cita ideologisnya. Bahkan manusia rela mengorbankan jiwa dan harta bendanya untuk membumikan kecenderungan ideologisnya.
Salah kekhususan ideologi adalah bahwa manusia, sadar atau tak sadar, membandingkan segala fenomena dan perkara dengannya dan bahkan menjadikannya sebagai tolok ukur dalam menimbang dan mengkaji nilai-nilai yang berhubungan dengan realitas kehidupannya. Sebagai contoh, seseorang yang meletakkan ilmu sebagai nilai penting kehidupannya, maka manusia yang paling berharga adalah manusia yang paling banyak ilmu dan pengetahuannya, dalam hal ini tidak dibedakan bahwa ilmunya bermanfaat bagi kemanusiaan atau tidak. Atau seseorang yang menempatkan pelayanan terhadap orang lain sebagai ideologinya, dengan demikian ia akan menilai orang lain sesuai dengan kualitas pelayanannya kepada manusia, manusia yang paling terhormat dan berharga dalam pandangannya adalah orang yang khidmatnya pada manusia paling banyak dan berkualitas.

Urgensi ideologi dalam kehidupan individual dan sosial
Dalam pembahasan tentang ideologi, juga dikaji bahwa apakah keberadaan idealitas memiliki peran sentral dalam kehidupan manusia ataukah tidak? Apakah manusia dapat menjalani kehidupannya tanpa menganut suatu ideologi? Apakah suatu ideologi hanya bermanfaat bagi kehidupan individual ataukah juga berfaedah untuk kehidupan bermasyarakat? Apakah faktor internal dan eksternal yang mendasari kemestiaan manusia untuk menganut suatu ideologi tertentu?
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa urgensi ideologi dalam kehidupan memiliki dua pengertian, yaitu bisa dipahami sebagai sebab yang memotivasi manusia untuk memiliki suatu ideologi dan juga bisa dijabarkan sebagai akibat dari kehidupan yang bertujuan. Contohnya, ketika kita menyatakan bahwa suatu kehidupan mustahil memiliki nilai tanpa keberadaan ideologi (urgensi ini digolongkan sebagai sebab dan dalil atas kemestian ideologi dalam kehidupan), atau dikatakan bahwa apabila seseorang memiliki ideologi dalam kehidupannya, maka pasti kehidupannya bermakna dan bertujuan serta tidak bisa terjebak dalam nihilisme pemikiran dan perbuatan, dengan demikian ia mendapatkan nilai-nilai baru yang lebih tinggi dan lebih sempurna daripada nilai-nilai yang dijalaninya secara rutinitas, seperti makan, tidur, dan pakaian.

1. Nilai kehidupan terletak dalam berideologi
Kehidupan manusia tanpa ideologi akan kehilangan makna dan nilai. Mayoritas umat manusia yang terperangkap dalam nihilisme dan menganggap bahwa hidup ini tidak mempunyai tujuan karena mereka belum mendapatkan suatu penjelasan rasional dari tujuan kehidupan.
Seorang yang tidak memiliki ideologi yang rasional ia pasti akan merasakan beban yang sangat berat dalam menjalani kehidupan ini. Manusia yang tidak mempunyai tujuan dalam kehidupannya seperti seorang yang akan tenggelam di tengah gelombang laut yang besar dan telah putus asa dengan keselamatannya. Sebuah ideologi dapat memberikan harapan kepada manusia dan dengan harapan manusia bisa mendapatkan motivasi dalam kehidupan.
Dengan demikian ia bisa menjalani kehidupan ini dengan pandangan dunia yang baru sehingga tak terjebak lagi dengan kenikmatan-kenikmatan lahiriah dan bahkan penderitaan yang dialaminya dipandang sebagai bentuk pelatihan bagi kesempurnaan dan kemapanan dirinya sendiri. Ia memandang hidup ini dengan perspektif positif, semua perkara yang terjadi di dunia ini diterima sebagai suatu kemestian hidup yang mengandung hikmah untuk kebaikan dan kesempurnaan manusia itu sendiri. Dengan ideologi manusia dapat berkhidmat lebih besar kepada kemanusiaan.
Hanya dengan ideologi manusia memperoleh nilai-nilai yang lebih tinggi dari sekedar makan, tidur, pakaian dan bersenang-senang.
Hanya dengan ideologi manusia dapat meyakini bahwa kehidupan ini bukan kumpulan dari pengulangan-pengulangan yang mengantarkan manusia kepada kekosongan, ketiadaan, kefanaan, dan nihilisme. Dan hanya dengan ideologi detik-detik kehidupan manusia menjadi bernilai dan dapat memanfaatkan secara benar kesempatan hidupnya di dunia.
Kita banyak menyaksikan orang-orang yang dengan kesabaran yang tinggi menjalani kehidupannya yang serba sulit dan penuh penderitaan yang jika kita analisa, maka kita akan dapatkan bahwa landasan dan napas segala perbuatan baik, pikiran positif, dan apresiasi yang tinggi terhadap kehidupan ini tidak lain adalah tujuan dan ideologi itu sendiri. Berbeda dengan sekelompok manusia yang tidak mempunyai tujuan dan ideologi, ketika ia berhadapan dengan persoalan dan penderitaan hidup yang sekalipun kecil ia akan cepat putus asa dan tidak bersabar, terkadang bunuh diri merupakan jalan keluar yang praktis baginya.


2. Cinta kesempurnaan memaksa manusia berideologi
Kecenderungan kepada kesempurnaan adalah salah satu faktor internal yang memotivasi manusia berideologi. Setiap manusia cinta kepada kesempurnaan dan senantiasa berupaya untuk mengantarkan dirinya kepada kesempurnaan dengan segenap kemampuannya. Asa dan harapan manusia pada keadaan hidup yang lebih baik merupakan bukti nyata kecenderungan manusia pada kesempurnaan. Keinginan dan kecenderungan ini merupakan sesuatu yang esensial dalam diri manusia, kecenderungan ini mustahil dipisahkan dari wujud manusia.
Segala upaya manusia disepanjang hidupnya disamping karena kecintaan kepada dirinya sendiri juga dimotivasi oleh kecenderungan esensialnya kepada kesempurnaan dan kebahagiaan. Sebagai contoh, seorang siswa yang belajar di sekolah dasar ingin cepat menyelesaikan pelajarannya dan melanjutkan sekolahnya ketingkat yang lebih tinggi hingga ke universitas, kecenderungannya belajar yang lebih tinggi ini tiada lain karena keinginannya untuk menyempurna dalam keilmuan. Atau seorang pedagang yang sangat giat dalam usaha perdagangan, ia berusaha sedemikian rupa agar bisa memperbaiki kondisi kehidupnya menjadi lebih baik, lebih makmur, dan lebih sempurna dari sisi materi.
Perlu ditekankan di sini bahwa pertama, setiap individu manusia mempunyai kecenderungan pada kesempurnaan yang berbeda, seperti kesempurnaan yang diinginkan oleh pedagang akan berbeda dengan kesempurnaan yang dikehendaki oleh seorang siswa atau intelektual. Dalam hal ini, memang sangat bergantung kepada pengajaran dan pendidikan, pandangan dunia, lingkungan sosial, dan tingkat keilmuan, kecerdasan dan spiritual. Kedua, terdapat beberapa faktor dan sebab sebagai penghalang manusia dalam mencapai kesempurnaan, seperti seorang mahasiswa yang ingin melanjutkan kuliah kejenjang doctoral, tapi karena kendala keuangan akhirnya ia tak bisa meraih cita-citanya.
Kecenderungan kepada kesempurnaan memaksa manusia untuk menentukan suatu bentuk kesempurnaan, kesempurnaan ini tidak lain adalah ideologi seseorang yang dengannya ia menjalani kehidupan dan senantiasa berupaya mencapai kesempurnaan yang dikehendakinya. Setiap individu masing-masing memiliki ideologi, terkadang ideologi seseorang adalah kekayaan materi, kekuasaan, ilmu, kecintaan, dan pelayanan kepada sesama manusia. Tak diragukan bahwa pemihakan seseorang terhadap suatu ideologi tertentu dikarenakan manusia ingin mengantarkan dirinya kepada kesempurnaan. Dari sinilah sehingga kita katakan bahwa kecenderungan manusia kepada kesempurnaan mendorong dan memotivasinya untuk memilih salah satu ideologi.
3. Ideologi, motivator manusia
Ideologi sebagai faktor penggerak seluruh potensi yang dimiliki manusia. Manusia mempunyai bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang tak terbatas dan untuk mengaktualkan potensi-potensi tersebut membutuhkan sebuah penggerak. Penggerak ini memberikan motivasi dan kekuatan inspirasi sedemikian kepada manusia sehingga seluruh potensinya menjadi aktual dan wujudnya menjadi sempurna.
Begitu banyak manusia karena mengadopsi suatu ideologi yang keliru pada akhirnya mengalami kegagalan dalam menjalani kehidupan dan umurnya menjadi sia-sia yang selayaknya ia manfaatkan untuk mengaktualkan potensi-potensinya dan menyempurnakan wujudnya. Orang-orang seperti ini apabila menemukan suatu ideologi yang benar maka mereka tidak mungkin mengalami kegagalan dan terjebak dalam rutinitas kehidupan tanpa makna.
Sebagai contoh, apabila seseorang meletakkan ilmu sebagai idealitasnya, walaupun idealitas ilmu tidak luput dari kekurangan, maka idealitasnya ini cukup menggerakkan ia untuk berjalan mengaktualkan potensi keilmuannya sehingga menjadi seorang ilmuwan yang sempurna. Lantas bagaimana dengan manusia yang menemukan idealitas hidup hakiki (baca: filsafat penciptaan) dan menjadikannya sebagai pola kehidupan dalam mengarahkan segenap kemampuannya di jalan aktualisasi potensi dan penyempurnaan diri.
Konklusinya, pilihan ideologi bisa mengaktualkan potensi-potensi yang merupakan bahan dasar bagi kesempurnaan wujud manusia.


4. Ideologi, Tolok Ukur Kesempurnaan
Kehidupan manusia berdasarkan mekanisme internal wujudnya sendiri mengarah kepada kesempurnaan. Dalam esensi kehidupan ada gerak dan proses, gerakan ini mengarah kepada kesempurnaan.
Apabila manusia memiliki ideologi dan tujuan hidup yang benar dan rasional, maka kehidupan manusia niscaya akan sampai pada arah dan tujuan hakiki. Pemihakan manusia terhadap ideologi yang benar akan memudahkan manusia menentukan mana jalan hidup yang benar karena ideologi sebagai tolok ukur dan petunjuk kebenaran. Disamping itu, ideologi juga menunjukkan tujuan dan jalan hidup yang sempurna.
Ideologi bagi manusia sebagai alat banding yang bisa digunakan untuk menyingkap rahasia diri sendiri dan mengkaji ulang jalan hidup yang sementara dijalani. Dengan ideologi kita dapat menentukan titik kekeliruan dan kelemahan jalan hidup manusia, atau menentukan sisi kesalahan implementasi,
aplikasi, titik kegagalan, titik kesempurnaan, faktor penyebab kegagalan dan keberhasilan, aspek positif perbuatan dan aspek negatif prilaku, dan kesempurnaan tujuan hidup manusia.
Dalam banyangan ideologi manusia mampu mengetahui dimensi kekurangan-kekurangannya serta bagaimana menyempurnakannya.


5. Ideologi Merupakan Pengontrol Jiwa
Salah satu fenomena penting yang terdapat dalam jiwa manusia adalah kecenderungan mengambil keuntungan dan manfaat. Berpijak pada kecenderungan ini, manusia senantiasa mencari keuntungan dan manfaat bagi dirinya sendiri dan terkadang untuk mewujudkan realitas kecenderungan itu tak segan-segan merampas hak-hak orang lain dan dengan serakahnya mengambil harta orang lain tanpa perasaan malu.
Kecenderungan manusia ini yang hadir dalam bentuk dan sifat yang beraneka ragam, menjadi titik perhatian dan bahan pembicaraan kaum psikolog dan mereka menamakan fenomena kejiwaan tersebut dengan istilah yang beragam. Freud, psikolog barat terkenal, menamai fenomena itu dengan “aku” atau “ia” dan beranggapan bahwa “aku” ini berpijak pada kenikmatan dan kesenangan, ini berarti bahwa apa saja yang menyebabkan terwujudnya kesenangan dan kenikmatan untuk manusia maka akan membangkitkan kecenderungan egonya kemudian menarik “aku” ke arah kesenangan tersebut. Psikolog lain menyebut fenomena itu dengan “saya ingin” dan berkeyakinan bahwa keinginan-keinginan atau “saya ingin”manusia mempunyai daya tarik yang tidak terbatas. Dalam Islam fenomena ini disebut dengan “menyembah diri”.
Seluruh hukum, undang, dan peraturan tentang hak-hak dan kewajiban manusia yang tercipta dilatar belakangi untuk mengontrol dan mengatur keinginan-keinginan jiwa yang tak berhingga itu supaya terwujud hubungan sosial kemasyarakatan yang adil dan beradab.
Untuk mengatur kecenderungan manusia yang tak terbatas ini, sebagian menyatakan bahwa dengan perantaraan ilmu kecenderungan itu dapat terkontrol, yang lain beranggapan bahwa dengan etika dan akhlak hal tersebut bisa dikendalikan, dan sebagian berkesimpulan bahwa kecenderungan dan keinginan itu harus dimatikan karena tidak ada metode lagi yang efektif dapat mengendalikan dan mengaturnya.
Etika, karena pada satu sisi tidak ada jaminan berlaku pada jiwa secara efektif dan sisi yang lain, etika itu sendiri hanyalah peraturan dan hukum yang berada di luar jiwa karena itu tidak mempunyai daya kontrol yang tetap dan esensial pada kecenderungan jiwa manusia. Hal ini juga berlaku pada hukum-hukum sosial, dimana hukum seperti ini tidak langsung berhubungan dengan substansi dan esensi jiwa.
Ideologi dalam hal ini merupakan jalan efektif dan fundamental untuk mengendalikan dan mengatur kecenderungan jiwa manusia, karena sesuai dengan akal dan tidak mengabaikan hukum etika dan undang-undang sosial kemasyarakatan. Ideologi menarik manusia ke dalam dirinya sendiri sehingga bisa melihat hakikatnya yang terdalam, dengan demikian manusia dapat memandang sisi-sisi kehidupannya yang substansial dan meletakkannya pada dimensi yang lebih primer serta mendahulukannya di atas kecenderungan jiwa yang negatif. Hal ini menyebabkan kecenderungan jiwa yang tak terbatas bisa dikontrol.
Berpihak pada ideologi hakiki menyebabkan manusia mengenal kedudukan dirinya yang sentral di alam eksistensial ini, pengenalan ini membuat manusia tidak mengarahkan lagi kekuatan pikiran dan jiwa demi melayani kecenderungan dan keinginannya yang tak terbatas itu. Dengan ideologi hakiki manusia dapat lepas dari pengaruh hawa nafsu dan suci dari keinginan jiwa yang negatif sehingga dapat memusatkan pikiran demi menggali dan memahami lebih banyak ideloginya sendiri.
Kemampuan dan daya kendali atas kecenderungan jiwa yang tak terbatas hanya dimiliki oleh suatu ideologi yang hakiki, bukan semua ideologi yang dianut secara faktual oleh manusia. Misalnya, seseorang yang meletakkan kekayaan, kekuasaan, atau ketenaran sebagai suatu ideologinya, maka hal ini bukan hanya dengan ideologi itu ia tidak bisa mengontrol dan mengendalikan hawa nafsunya bahkan semakin dengan ideologi itu hawa nafsunya semakin berkembang dan aktif.


6. Ideologi, Mewujudkan Keseimbangan Sosial
Membicarakan keseimbangan – apalagi keseimbangan sosial – akan mengarahkan pikiran kita pada keseimbangan ekonomi, karena kita sering menggunakan tolok ukur keseimbangan suatu masyarakat berdasarkan nilai perdagangan, nilai produksi, ekspor, dan impor. Jadi ketika ideologi diketengahkan sebagai faktor yang dapat menciptakan suatu keseimbangan sosial sebagian orang tidak mempercayainya.

Dalam hal ini, bukan kita memungkiri keseimbangan ekonomi suatu masyarakat, karena tidak satupun manusia berakal meragukan kemestian memperhatikan masalah-masalah ekonomi suatu negara. Substansi pembicaraan kita di sini adalah keseimbangan ekonomi dan masalah-masalah ekonomi suatu masyarakat adalah alat dan bukanlah tujuan. Peradaban dan budaya suatu masyarakat dikatakan tinggi dan cemerlang ketika memiliki ideologi. Yakni setiap individu masyarakat berusaha mengarahkan masyarakatnya demi mencapai tujuan ideologi yang menjadi panutan mereka.
Masyarakat yang tanpa ideologi akan kehilangan nilai karena mereka tak mengetahui apa keingingan hakiki mereka dan kemana mereka akan pergi. Peradaban masyarakat ini, cepat atau lambat akan mengalami kejatuhan dan kehancuran. Begitu banyak peradaban yang secara lahiriah sangat maju, tapi kalau dilihat secara internal sedang mengalami benturan dan ketidakharmonisan serta secara perlahan-lahan dan berevolusi menuju kehancuran, hal ini karena ideologi yang benar tidak bisa teraplikasi pada seluruh segmen masyarakat, mereka tidak mengetahui keinginan hakiki dan juga tidak memahami tujuan hidup yang mesti mereka capai.
Gerak suatu masyarakat menuju kesempurnaan bersandar pada ideologi. Sangat disayangkan sebagian besar sosiolog dalam kajiannya terhadap kondisi sosial masyarakat tidak memperhatikan dimensi yang mendasar ini bahwa sejauh mana ideologi berperan dan mesti dianut oleh masyarakat. Kaum sosiolog ini hanyalah berusaha menyelesaikan permasalahan masyarakat secara permukaan dan bahkan menjadikan kecenderungan alami masyarakat itu sebagai tolok ukur yang prinsipil, mereka memandang bahwa paham sosialisme sebagai way of live bagi kemajuan infrastruktur dan suprastruktur suatu masyarakat. Sosiolog tidak menyelami hakikat eksistensial manusia kemudian menawarkan obat penyembuh bagi segala penyakit kronis yang diderita manusia.


7. Ideologi dan Kedudukan Manusia di Alam Semesta
Pengetahuan manusia akan kedudukannya di alam eksistensial ini merupakan suatu perkara yang paling urgen dan prinsipil. Manusia senantiasa ingin mengetahui apa posisi dan kedudukannya di alam semesta ini, dari mana mereka datang, kemana mereka akan pergi, kenapa hidup di dunia ini, dan mengapa mesti meninggalkan dunia ini. Jawaban dari soal-soal ini merupakan kebutuhan substansial manusia.
Untuk memahami semua perkara di atas, manusia memerlukan pandangan dunia dan ideologi yang benar. Tidak semua ideologi yang berserakan di dunia ini mampu memberikan solusi yang fundamental atas keseluruhan persoalan yang dihadapi manusia, dengan demikian selayaknya manusia bersungguh-sungguh mengkaji ideologi-ideologi yang ada ini dan memilih salah satu di antaranya yang paling rasional, komprehensif, aplikatif, proporsional, dan esensial bagi wujudnya.


8. Ideologi dan Persatuan Bangsa-Bangsa
Tak diragukan bahwa penderitaan dan kemalangan akan meliputi dunia ini apabila tidak terwujud persatuan di antara bangsa-bangsa. Persatuan ini, bukan hanya dibutuhkan di antara bangsa-bangsa yang ada, tapi juga diperlukan di antara individu-individu dalam masyarakat atau di antara individu-individu dalam suatu kelompok. Tan-persatuan ini mustahil semua persoalan hidup dapat diselesaikan, karena tanpa perwujudan persatuan setiap individu akan melakukan kecenderungan dan keinginan jiwanya tanpa memperhatikan apakah kecenderungan mereka ini tidak membuat penderitaan dan kezaliman bagi orang lain.
Permasalahan di sini adalah bagaimana mewujudkan persatuan di antara individu-individu dan bangsa-bangsa? Sebagian menyatakan bahwa tanah, darah, bahasa, dan suku merupakan faktor-faktor pemersatu manusia. Faktor-faktor ini tidaklah benar, dan alasan yang kuat menolak unsur-unsur ini tidak lain adalah pengalaman manusia itu sendiri yang terjadi pada setiap zaman.
Kelompok masyarakat yang hidup dalam lingkungan bahasa, suku, tempat, dan kebangsaan yang sama tak mampu menyambung tali persatuan hakiki di antara mereka, dan bahkan kita menyaksikan sendiri bagaimana bangsa-bangsa yang memiliki bahasa yang sama saling berperang dan menjajah satu sama lain. Dengan demikian, satu-satunya faktor yang dapat menyatukan individu-individu, suku-suku, dan bangsa-bangsa adalah ideologi.
Individu-individu masyarakat yang meyakini ideologi yang hakiki pasti mengarah kepada kesempurnaan, karena ideologi ini disamping melahirkan persatuan juga terwujud keharmonisan dan kerja sama.
Berdasarkan perspektif di atas, ideologi mampu menggantikan faktor suku, bahasa dan kebangsaan, karena ideologi mempengaruhi substansi kejiwaan setiap individu-individu lantas menarik mereka ke arah persatuan. Tapi ideologi sangatlah tidak efektif dan tidak aplikatif dengan fenomena-fenomena yang bersifat lahiriah belaka dimana tidak berhubungan dengan hal-hal yang esensial dan fenomena internal dari kejiwaan manusia.