Manusia sangat memerlukan pemahaman tentang filsafat hidup dan tujuan
penciptaan, karena bukan hanya dengannya ia akan berbuat dan berprilaku
di dunia ini, melainkan akan menentukan kebahagiannya di alam akhirat
nantinya. Namun sebagian pemikir yang semestinya menfokuskan
pikiran-pikirannya untuk mengarahkan dan membantu umat manusia meraih
tujuannya malah menjadi batu penghalang bagi kesempurnaan dan
kebahagiaan hakiki manusia.
Seringkali kita mendengar sebagian
intelektual menyatakan bahwa dengan keberadaan krisis-krisis yang
meliputi dunia sekarang ini tidak seharusnya kita habiskan waktu untuk
menggali dan mengetahui filsafat penciptaan, manusia mestinya
memusatkan segenap pemikirannya dalam bidang ekonomi dan sosial untuk
mencari solusi yang terbaik bagi permasalahan kehidupan ini.
Para
pendukung gagasan ini lalai atas suatu hakikat bahwa jika manusia tidak
mengenal substansi filsafat penciptaannya sendiri, maka sangat banyak
problematika yang mustahil dapat terpecahkan. Selain dari itu, manusia
dipaksa oleh hati nuraninya sendiri untuk memahami tujuan penciptaan dan
filsafat kehidupannya, karena tanpa itu ia tidak dapat menjani
kehidupan di alam ini secara sempurna dan bahagia.
Kita
mengetahui bahwa apabila manusia tidak memahami filsafat penciptaannya,
maka mustahil ia memiliki suatu ideologi. Walaupun tidak semua ideologi
bisa digolongkan sebagai filsafat penciptaan. Oleh karena itu, dengan
memperhatikan dua premis di bawah ini manusia seharusnya mengetahui dan
menghayati filsafat penciptaan:
- Manusia niscaya memiliki ideologi dalam kehidupannya.
- Tidak semua ideologi yang identik dengan filsafat penciptaan.
Pengertian ideologiIdeologi
adalah segala hal yang diposisikan sebagai pusat kecenderungan,
landasan segala prilaku, dan tujuan semua perbuatan manusia serta dapat
memberikan solusi dan pemecahan terhadap apa yang berhubungan dengan
tealitas kehidupan manusia.
Kecenderungan kepada ideologi terdapat
dalam diri manusia, dan pada kesempatan ini tidak dibahas bahwa apakah
kecenderungan ini merupakan kecenderungan esensial atau aksidental?
Dalam hal ini, hanya diisyaratkan bahwa kecenderungan ideologis hanya
ditemukan dalam diri manusia dan binatang karena tidak memiliki kehendak
dan pengetahuan tidak mempunyai kecenderungan seperti ini.
Ideologi
adalah landasan gerak dan perbuatan manusia, dengan ungkapan lain
ideologi merupakan bentuk pilihan dan puncak tujuan manusia. Setiap
manusia akan menjalin komunikasi dan hubungan sosial kemasyarakatan
berdasarkan landasan ideologi yang dianutnya. Kecenderungan kepada
ideologi dari dimensi ini merupakan hal yang penting karena manusia akan
berusaha dan terus bersabar atas segala penderitaan dan kesulitan yang
dihadapinya untuk sampai pada tujuan dan cita-cita ideologisnya. Bahkan
manusia rela mengorbankan jiwa dan harta bendanya untuk membumikan
kecenderungan ideologisnya.
Salah kekhususan ideologi adalah bahwa
manusia, sadar atau tak sadar, membandingkan segala fenomena dan perkara
dengannya dan bahkan menjadikannya sebagai tolok ukur dalam menimbang
dan mengkaji nilai-nilai yang berhubungan dengan realitas kehidupannya.
Sebagai contoh, seseorang yang meletakkan ilmu sebagai nilai penting
kehidupannya, maka manusia yang paling berharga adalah manusia yang
paling banyak ilmu dan pengetahuannya, dalam hal ini tidak dibedakan
bahwa ilmunya bermanfaat bagi kemanusiaan atau tidak. Atau seseorang
yang menempatkan pelayanan terhadap orang lain sebagai ideologinya,
dengan demikian ia akan menilai orang lain sesuai dengan kualitas
pelayanannya kepada manusia, manusia yang paling terhormat dan berharga
dalam pandangannya adalah orang yang khidmatnya pada manusia paling
banyak dan berkualitas.
Urgensi ideologi dalam kehidupan individual dan sosialDalam
pembahasan tentang ideologi, juga dikaji bahwa apakah keberadaan
idealitas memiliki peran sentral dalam kehidupan manusia ataukah tidak?
Apakah manusia dapat menjalani kehidupannya tanpa menganut suatu
ideologi? Apakah suatu ideologi hanya bermanfaat bagi kehidupan
individual ataukah juga berfaedah untuk kehidupan bermasyarakat? Apakah
faktor internal dan eksternal yang mendasari kemestiaan manusia untuk
menganut suatu ideologi tertentu?
Dalam hal ini perlu diperhatikan
bahwa urgensi ideologi dalam kehidupan memiliki dua pengertian, yaitu
bisa dipahami sebagai sebab yang memotivasi manusia untuk memiliki suatu
ideologi dan juga bisa dijabarkan sebagai akibat dari kehidupan yang
bertujuan. Contohnya, ketika kita menyatakan bahwa suatu kehidupan
mustahil memiliki nilai tanpa keberadaan ideologi (urgensi ini
digolongkan sebagai sebab dan dalil atas kemestian ideologi dalam
kehidupan), atau dikatakan bahwa apabila seseorang memiliki ideologi
dalam kehidupannya, maka pasti kehidupannya bermakna dan bertujuan serta
tidak bisa terjebak dalam nihilisme pemikiran dan perbuatan, dengan
demikian ia mendapatkan nilai-nilai baru yang lebih tinggi dan lebih
sempurna daripada nilai-nilai yang dijalaninya secara rutinitas, seperti
makan, tidur, dan pakaian.
1. Nilai kehidupan terletak dalam berideologiKehidupan
manusia tanpa ideologi akan kehilangan makna dan nilai. Mayoritas umat
manusia yang terperangkap dalam nihilisme dan menganggap bahwa hidup ini
tidak mempunyai tujuan karena mereka belum mendapatkan suatu penjelasan
rasional dari tujuan kehidupan.
Seorang yang tidak
memiliki ideologi yang rasional ia pasti akan merasakan beban yang
sangat berat dalam menjalani kehidupan ini. Manusia yang tidak mempunyai
tujuan dalam kehidupannya seperti seorang yang akan tenggelam di tengah
gelombang laut yang besar dan telah putus asa dengan keselamatannya.
Sebuah ideologi dapat memberikan harapan kepada manusia dan dengan
harapan manusia bisa mendapatkan motivasi dalam kehidupan.
Dengan
demikian ia bisa menjalani kehidupan ini dengan pandangan dunia yang
baru sehingga tak terjebak lagi dengan kenikmatan-kenikmatan lahiriah
dan bahkan penderitaan yang dialaminya dipandang sebagai bentuk
pelatihan bagi kesempurnaan dan kemapanan dirinya sendiri. Ia memandang
hidup ini dengan perspektif positif, semua perkara yang terjadi di dunia
ini diterima sebagai suatu kemestian hidup yang mengandung hikmah untuk
kebaikan dan kesempurnaan manusia itu sendiri. Dengan ideologi manusia
dapat berkhidmat lebih besar kepada kemanusiaan.
Hanya dengan ideologi manusia memperoleh nilai-nilai yang lebih tinggi dari sekedar makan, tidur, pakaian dan bersenang-senang.
Hanya
dengan ideologi manusia dapat meyakini bahwa kehidupan ini bukan
kumpulan dari pengulangan-pengulangan yang mengantarkan manusia kepada
kekosongan, ketiadaan, kefanaan, dan nihilisme. Dan hanya dengan
ideologi detik-detik kehidupan manusia menjadi bernilai dan dapat
memanfaatkan secara benar kesempatan hidupnya di dunia.
Kita
banyak menyaksikan orang-orang yang dengan kesabaran yang tinggi
menjalani kehidupannya yang serba sulit dan penuh penderitaan yang jika
kita analisa, maka kita akan dapatkan bahwa landasan dan napas segala
perbuatan baik, pikiran positif, dan apresiasi yang tinggi terhadap
kehidupan ini tidak lain adalah tujuan dan ideologi itu sendiri. Berbeda
dengan sekelompok manusia yang tidak mempunyai tujuan dan ideologi,
ketika ia berhadapan dengan persoalan dan penderitaan hidup yang
sekalipun kecil ia akan cepat putus asa dan tidak bersabar, terkadang
bunuh diri merupakan jalan keluar yang praktis baginya.
2. Cinta kesempurnaan memaksa manusia berideologiKecenderungan
kepada kesempurnaan adalah salah satu faktor internal yang memotivasi
manusia berideologi. Setiap manusia cinta kepada kesempurnaan dan
senantiasa berupaya untuk mengantarkan dirinya kepada kesempurnaan
dengan segenap kemampuannya. Asa dan harapan manusia pada keadaan hidup
yang lebih baik merupakan bukti nyata kecenderungan manusia pada
kesempurnaan. Keinginan dan kecenderungan ini merupakan sesuatu yang
esensial dalam diri manusia, kecenderungan ini mustahil dipisahkan dari
wujud manusia.
Segala upaya manusia disepanjang
hidupnya disamping karena kecintaan kepada dirinya sendiri juga
dimotivasi oleh kecenderungan esensialnya kepada kesempurnaan dan
kebahagiaan. Sebagai contoh, seorang siswa yang belajar di sekolah dasar
ingin cepat menyelesaikan pelajarannya dan melanjutkan sekolahnya
ketingkat yang lebih tinggi hingga ke universitas, kecenderungannya
belajar yang lebih tinggi ini tiada lain karena keinginannya untuk
menyempurna dalam keilmuan. Atau seorang pedagang yang sangat giat dalam
usaha perdagangan, ia berusaha sedemikian rupa agar bisa memperbaiki
kondisi kehidupnya menjadi lebih baik, lebih makmur, dan lebih sempurna
dari sisi materi.
Perlu ditekankan di sini bahwa
pertama, setiap individu manusia mempunyai kecenderungan pada
kesempurnaan yang berbeda, seperti kesempurnaan yang diinginkan oleh
pedagang akan berbeda dengan kesempurnaan yang dikehendaki oleh seorang
siswa atau intelektual. Dalam hal ini, memang sangat bergantung kepada
pengajaran dan pendidikan, pandangan dunia, lingkungan sosial, dan
tingkat keilmuan, kecerdasan dan spiritual. Kedua, terdapat beberapa
faktor dan sebab sebagai penghalang manusia dalam mencapai kesempurnaan,
seperti seorang mahasiswa yang ingin melanjutkan kuliah kejenjang
doctoral, tapi karena kendala keuangan akhirnya ia tak bisa meraih
cita-citanya.
Kecenderungan kepada kesempurnaan
memaksa manusia untuk menentukan suatu bentuk kesempurnaan, kesempurnaan
ini tidak lain adalah ideologi seseorang yang dengannya ia menjalani
kehidupan dan senantiasa berupaya mencapai kesempurnaan yang
dikehendakinya. Setiap individu masing-masing memiliki ideologi,
terkadang ideologi seseorang adalah kekayaan materi, kekuasaan, ilmu,
kecintaan, dan pelayanan kepada sesama manusia. Tak diragukan bahwa
pemihakan seseorang terhadap suatu ideologi tertentu dikarenakan manusia
ingin mengantarkan dirinya kepada kesempurnaan. Dari sinilah sehingga
kita katakan bahwa kecenderungan manusia kepada kesempurnaan mendorong
dan memotivasinya untuk memilih salah satu ideologi.
3. Ideologi, motivator manusiaIdeologi
sebagai faktor penggerak seluruh potensi yang dimiliki manusia. Manusia
mempunyai bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang tak terbatas dan
untuk mengaktualkan potensi-potensi tersebut membutuhkan sebuah
penggerak. Penggerak ini memberikan motivasi dan kekuatan inspirasi
sedemikian kepada manusia sehingga seluruh potensinya menjadi aktual dan
wujudnya menjadi sempurna.
Begitu banyak manusia
karena mengadopsi suatu ideologi yang keliru pada akhirnya mengalami
kegagalan dalam menjalani kehidupan dan umurnya menjadi sia-sia yang
selayaknya ia manfaatkan untuk mengaktualkan potensi-potensinya dan
menyempurnakan wujudnya. Orang-orang seperti ini apabila menemukan suatu
ideologi yang benar maka mereka tidak mungkin mengalami kegagalan dan
terjebak dalam rutinitas kehidupan tanpa makna.
Sebagai
contoh, apabila seseorang meletakkan ilmu sebagai idealitasnya,
walaupun idealitas ilmu tidak luput dari kekurangan, maka idealitasnya
ini cukup menggerakkan ia untuk berjalan mengaktualkan potensi
keilmuannya sehingga menjadi seorang ilmuwan yang sempurna. Lantas
bagaimana dengan manusia yang menemukan idealitas hidup hakiki (baca:
filsafat penciptaan) dan menjadikannya sebagai pola kehidupan dalam
mengarahkan segenap kemampuannya di jalan aktualisasi potensi dan
penyempurnaan diri.
Konklusinya, pilihan ideologi bisa mengaktualkan potensi-potensi yang merupakan bahan dasar bagi kesempurnaan wujud manusia.
4. Ideologi, Tolok Ukur KesempurnaanKehidupan
manusia berdasarkan mekanisme internal wujudnya sendiri mengarah kepada
kesempurnaan. Dalam esensi kehidupan ada gerak dan proses, gerakan ini
mengarah kepada kesempurnaan.
Apabila manusia
memiliki ideologi dan tujuan hidup yang benar dan rasional, maka
kehidupan manusia niscaya akan sampai pada arah dan tujuan hakiki.
Pemihakan manusia terhadap ideologi yang benar akan memudahkan manusia
menentukan mana jalan hidup yang benar karena ideologi sebagai tolok
ukur dan petunjuk kebenaran. Disamping itu, ideologi juga menunjukkan
tujuan dan jalan hidup yang sempurna.
Ideologi bagi
manusia sebagai alat banding yang bisa digunakan untuk menyingkap
rahasia diri sendiri dan mengkaji ulang jalan hidup yang sementara
dijalani. Dengan ideologi kita dapat menentukan titik kekeliruan dan
kelemahan jalan hidup manusia, atau menentukan sisi kesalahan
implementasi,
aplikasi, titik kegagalan, titik kesempurnaan, faktor
penyebab kegagalan dan keberhasilan, aspek positif perbuatan dan aspek
negatif prilaku, dan kesempurnaan tujuan hidup manusia.
Dalam banyangan ideologi manusia mampu mengetahui dimensi kekurangan-kekurangannya serta bagaimana menyempurnakannya.
5. Ideologi Merupakan Pengontrol Jiwa Salah
satu fenomena penting yang terdapat dalam jiwa manusia adalah
kecenderungan mengambil keuntungan dan manfaat. Berpijak pada
kecenderungan ini, manusia senantiasa mencari keuntungan dan manfaat
bagi dirinya sendiri dan terkadang untuk mewujudkan realitas
kecenderungan itu tak segan-segan merampas hak-hak orang lain dan dengan
serakahnya mengambil harta orang lain tanpa perasaan malu.
Kecenderungan
manusia ini yang hadir dalam bentuk dan sifat yang beraneka ragam,
menjadi titik perhatian dan bahan pembicaraan kaum psikolog dan mereka
menamakan fenomena kejiwaan tersebut dengan istilah yang beragam. Freud,
psikolog barat terkenal, menamai fenomena itu dengan “aku” atau “ia”
dan beranggapan bahwa “aku” ini berpijak pada kenikmatan dan kesenangan,
ini berarti bahwa apa saja yang menyebabkan terwujudnya kesenangan dan
kenikmatan untuk manusia maka akan membangkitkan kecenderungan egonya
kemudian menarik “aku” ke arah kesenangan tersebut. Psikolog lain
menyebut fenomena itu dengan “saya ingin” dan berkeyakinan bahwa
keinginan-keinginan atau “saya ingin”manusia mempunyai daya tarik yang
tidak terbatas. Dalam Islam fenomena ini disebut dengan “menyembah
diri”.
Seluruh hukum, undang, dan peraturan tentang
hak-hak dan kewajiban manusia yang tercipta dilatar belakangi untuk
mengontrol dan mengatur keinginan-keinginan jiwa yang tak berhingga itu
supaya terwujud hubungan sosial kemasyarakatan yang adil dan beradab.
Untuk
mengatur kecenderungan manusia yang tak terbatas ini, sebagian
menyatakan bahwa dengan perantaraan ilmu kecenderungan itu dapat
terkontrol, yang lain beranggapan bahwa dengan etika dan akhlak hal
tersebut bisa dikendalikan, dan sebagian berkesimpulan bahwa
kecenderungan dan keinginan itu harus dimatikan karena tidak ada metode
lagi yang efektif dapat mengendalikan dan mengaturnya.
Etika,
karena pada satu sisi tidak ada jaminan berlaku pada jiwa secara
efektif dan sisi yang lain, etika itu sendiri hanyalah peraturan dan
hukum yang berada di luar jiwa karena itu tidak mempunyai daya kontrol
yang tetap dan esensial pada kecenderungan jiwa manusia. Hal ini juga
berlaku pada hukum-hukum sosial, dimana hukum seperti ini tidak langsung
berhubungan dengan substansi dan esensi jiwa.
Ideologi
dalam hal ini merupakan jalan efektif dan fundamental untuk
mengendalikan dan mengatur kecenderungan jiwa manusia, karena sesuai
dengan akal dan tidak mengabaikan hukum etika dan undang-undang sosial
kemasyarakatan. Ideologi menarik manusia ke dalam dirinya sendiri
sehingga bisa melihat hakikatnya yang terdalam, dengan demikian manusia
dapat memandang sisi-sisi kehidupannya yang substansial dan
meletakkannya pada dimensi yang lebih primer serta mendahulukannya di
atas kecenderungan jiwa yang negatif. Hal ini menyebabkan kecenderungan
jiwa yang tak terbatas bisa dikontrol.
Berpihak pada
ideologi hakiki menyebabkan manusia mengenal kedudukan dirinya yang
sentral di alam eksistensial ini, pengenalan ini membuat manusia tidak
mengarahkan lagi kekuatan pikiran dan jiwa demi melayani kecenderungan
dan keinginannya yang tak terbatas itu. Dengan ideologi hakiki manusia
dapat lepas dari pengaruh hawa nafsu dan suci dari keinginan jiwa yang
negatif sehingga dapat memusatkan pikiran demi menggali dan memahami
lebih banyak ideloginya sendiri.
Kemampuan dan daya
kendali atas kecenderungan jiwa yang tak terbatas hanya dimiliki oleh
suatu ideologi yang hakiki, bukan semua ideologi yang dianut secara
faktual oleh manusia. Misalnya, seseorang yang meletakkan kekayaan,
kekuasaan, atau ketenaran sebagai suatu ideologinya, maka hal ini bukan
hanya dengan ideologi itu ia tidak bisa mengontrol dan mengendalikan
hawa nafsunya bahkan semakin dengan ideologi itu hawa nafsunya semakin
berkembang dan aktif.
6. Ideologi, Mewujudkan Keseimbangan SosialMembicarakan
keseimbangan – apalagi keseimbangan sosial – akan mengarahkan pikiran
kita pada keseimbangan ekonomi, karena kita sering menggunakan tolok
ukur keseimbangan suatu masyarakat berdasarkan nilai perdagangan, nilai
produksi, ekspor, dan impor. Jadi ketika ideologi diketengahkan sebagai
faktor yang dapat menciptakan suatu keseimbangan sosial sebagian orang
tidak mempercayainya.
Dalam hal ini, bukan kita
memungkiri keseimbangan ekonomi suatu masyarakat, karena tidak satupun
manusia berakal meragukan kemestian memperhatikan masalah-masalah
ekonomi suatu negara. Substansi pembicaraan kita di sini adalah
keseimbangan ekonomi dan masalah-masalah ekonomi suatu masyarakat adalah
alat dan bukanlah tujuan. Peradaban dan budaya suatu masyarakat
dikatakan tinggi dan cemerlang ketika memiliki ideologi. Yakni setiap
individu masyarakat berusaha mengarahkan masyarakatnya demi mencapai
tujuan ideologi yang menjadi panutan mereka.
Masyarakat
yang tanpa ideologi akan kehilangan nilai karena mereka tak mengetahui
apa keingingan hakiki mereka dan kemana mereka akan pergi. Peradaban
masyarakat ini, cepat atau lambat akan mengalami kejatuhan dan
kehancuran. Begitu banyak peradaban yang secara lahiriah sangat maju,
tapi kalau dilihat secara internal sedang mengalami benturan dan
ketidakharmonisan serta secara perlahan-lahan dan berevolusi menuju
kehancuran, hal ini karena ideologi yang benar tidak bisa teraplikasi
pada seluruh segmen masyarakat, mereka tidak mengetahui keinginan hakiki
dan juga tidak memahami tujuan hidup yang mesti mereka capai.
Gerak
suatu masyarakat menuju kesempurnaan bersandar pada ideologi. Sangat
disayangkan sebagian besar sosiolog dalam kajiannya terhadap kondisi
sosial masyarakat tidak memperhatikan dimensi yang mendasar ini bahwa
sejauh mana ideologi berperan dan mesti dianut oleh masyarakat. Kaum
sosiolog ini hanyalah berusaha menyelesaikan permasalahan masyarakat
secara permukaan dan bahkan menjadikan kecenderungan alami masyarakat
itu sebagai tolok ukur yang prinsipil, mereka memandang bahwa paham
sosialisme sebagai
way of live bagi kemajuan infrastruktur dan
suprastruktur suatu masyarakat. Sosiolog tidak menyelami hakikat
eksistensial manusia kemudian menawarkan obat penyembuh bagi segala
penyakit kronis yang diderita manusia.
7. Ideologi dan Kedudukan Manusia di Alam SemestaPengetahuan
manusia akan kedudukannya di alam eksistensial ini merupakan suatu
perkara yang paling urgen dan prinsipil. Manusia senantiasa ingin
mengetahui apa posisi dan kedudukannya di alam semesta ini, dari mana
mereka datang, kemana mereka akan pergi, kenapa hidup di dunia ini, dan
mengapa mesti meninggalkan dunia ini. Jawaban dari soal-soal ini
merupakan kebutuhan substansial manusia.
Untuk
memahami semua perkara di atas, manusia memerlukan pandangan dunia dan
ideologi yang benar. Tidak semua ideologi yang berserakan di dunia ini
mampu memberikan solusi yang fundamental atas keseluruhan persoalan yang
dihadapi manusia, dengan demikian selayaknya manusia bersungguh-sungguh
mengkaji ideologi-ideologi yang ada ini dan memilih salah satu di
antaranya yang paling rasional, komprehensif, aplikatif, proporsional,
dan esensial bagi wujudnya.
8. Ideologi dan Persatuan Bangsa-BangsaTak
diragukan bahwa penderitaan dan kemalangan akan meliputi dunia ini
apabila tidak terwujud persatuan di antara bangsa-bangsa. Persatuan ini,
bukan hanya dibutuhkan di antara bangsa-bangsa yang ada, tapi juga
diperlukan di antara individu-individu dalam masyarakat atau di antara
individu-individu dalam suatu kelompok. Tan-persatuan ini mustahil semua
persoalan hidup dapat diselesaikan, karena tanpa perwujudan persatuan
setiap individu akan melakukan kecenderungan dan keinginan jiwanya tanpa
memperhatikan apakah kecenderungan mereka ini tidak membuat penderitaan
dan kezaliman bagi orang lain.
Permasalahan di sini
adalah bagaimana mewujudkan persatuan di antara individu-individu dan
bangsa-bangsa? Sebagian menyatakan bahwa tanah, darah, bahasa, dan suku
merupakan faktor-faktor pemersatu manusia. Faktor-faktor ini tidaklah
benar, dan alasan yang kuat menolak unsur-unsur ini tidak lain adalah
pengalaman manusia itu sendiri yang terjadi pada setiap zaman.
Kelompok
masyarakat yang hidup dalam lingkungan bahasa, suku, tempat, dan
kebangsaan yang sama tak mampu menyambung tali persatuan hakiki di
antara mereka, dan bahkan kita menyaksikan sendiri bagaimana
bangsa-bangsa yang memiliki bahasa yang sama saling berperang dan
menjajah satu sama lain. Dengan demikian, satu-satunya faktor yang dapat
menyatukan individu-individu, suku-suku, dan bangsa-bangsa adalah
ideologi.
Individu-individu masyarakat yang meyakini
ideologi yang hakiki pasti mengarah kepada kesempurnaan, karena
ideologi ini disamping melahirkan persatuan juga terwujud keharmonisan
dan kerja sama.
Berdasarkan perspektif di atas,
ideologi mampu menggantikan faktor suku, bahasa dan kebangsaan, karena
ideologi mempengaruhi substansi kejiwaan setiap individu-individu lantas
menarik mereka ke arah persatuan. Tapi ideologi sangatlah tidak efektif
dan tidak aplikatif dengan fenomena-fenomena yang bersifat lahiriah
belaka dimana tidak berhubungan dengan hal-hal yang esensial dan
fenomena internal dari kejiwaan manusia.